Home Blog

Matrik Eisenhower: Kunci Menentukan Prioritas Secara Efektif

Apakah kamu pernah merasa kewalahan dengan banyaknya tugas yang harus diselesaikan dalam satu waktu? Salah satu cara sederhana namun sangat efektif untuk mengelola waktu dan pekerjaan adalah dengan menggunakan Matrik Eisenhower.

Apa Itu Matrik Eisenhower?

Matrik Eisenhower adalah alat bantu pengambilan keputusan yang membagi tugas atau aktivitas ke dalam empat kategori berdasarkan dua kriteria utama: kepentingan (important) dan kesegeraan (urgent). Alat ini dinamai dari Dwight D. Eisenhower, seorang jenderal sekaligus Presiden Amerika Serikat yang dikenal akan kemampuannya dalam mengelola waktu secara efisien.

Empat Kuadran Matrik Eisenhower

Matrik ini membagi tugas ke dalam empat kuadran:

1. Penting dan Mendesak (Do)

Tugas-tugas yang sangat krusial dan harus segera diselesaikan. Keterlambatan bisa menyebabkan konsekuensi serius.
Contoh: Deadline laporan hari ini, tugas darurat, krisis mendadak.

2. Penting tapi Tidak Mendesak (Schedule/Decide)

Tugas-tugas yang sangat penting untuk jangka panjang, tetapi tidak harus dilakukan segera.
Contoh: Perencanaan strategi, pengembangan keterampilan, olahraga, waktu bersama keluarga.

3. Tidak Penting tapi Mendesak (Delegate)

Tugas-tugas yang tampak mendesak tetapi tidak terlalu penting secara pribadi. Idealnya bisa didelegasikan ke orang lain.
Contoh: Panggilan telepon yang bisa dijawab oleh orang lain, sebagian email, rapat yang bisa diwakilkan.

4. Tidak Penting dan Tidak Mendesak (Eliminate)

Tugas-tugas yang tidak memberikan nilai tambah dan bisa dihindari agar tidak membuang waktu.
Contoh: Scrolling media sosial tanpa arah, menonton video yang tidak penting, gosip kantor.

Manfaat Menggunakan Matrik Eisenhower

  • Membantu kamu fokus pada prioritas utama
  • Mengurangi stres karena tidak harus memikirkan semuanya sekaligus
  • Memisahkan antara aktivitas penting dan pengalih perhatian
  • Meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja

Cara Menggunakan Matrik Eisenhower

1. Tulis semua tugas yang kamu miliki.
2. Evaluasi berdasarkan dua pertanyaan:

  • Apakah ini penting?
  • Apakah ini mendesak?

3. Tempatkan setiap tugas ke dalam kuadran yang sesuai.
4. Ambil tindakan sesuai kuadran:

  • Kuadran 1: Kerjakan segera.
  • Kuadran 2: Jadwalkan dan lakukan secara konsisten.
  • Kuadran 3: Delegasikan ke orang lain jika memungkinkan.
  • Kuadran 4: Hapus atau hindari.

Kesimpulan

Matrik Eisenhower bukan sekadar teknik manajemen waktu, tetapi juga strategi berpikir yang membantu kamu lebih bijak dalam memilih tugas. Dengan menggunakan matrik ini secara rutin, kamu akan lebih fokus, tenang, dan mampu mengelola pekerjaan dengan lebih terarah.

(ADS)

*Artikel dan ilustrasi terinspirasi oleh ChatGPT

Orang Tua Menceritakan Masa Lalu

Semalam, di depan teras rumah, Bejo menyruput kopinya yang sudah dingin itu. Angin malam yang berhembus sepoi membawa pikirannya mengembara, melintasi masa lalu. Dalam benaknya, tetiba tergambar jelas tentang dulu.

Dulu, rakyat mudah dalam sandang, pangan, dan papan. Sembako terjangkau. Harga beras, minyak, hingga cabai sangat terkendali. Bahkan hingga diumumkan oleh menteri. Harga sembako seragam, mulai dari pasar tradisional, pasar modern, hingga pasar induk. Harga BBM lebih murah daripada air minum dalam kemasan. Harga rumah juga relatif terjangkau. Kuli pun kernet bis kota, mampu membeli rumah.

Dulu, pendidikan di sekolah murah dengan SPP dan maju dengan ebtanasnya. Siswa giat dan semangat belajar, ingin menjadi tukang insinyur agar bisa membuat pesawat terbang untuk bangsa dan negaranya. Tidak ada yang tantrum pun kesurupan dalam menghadapi ujian nasional dan kelulusan. Mereka berani meski keadaan sulit sekalipun. Study tour tetap ada. Meski tidak ada wisuda tetapi tetap ada perpisahan yang membahagiakan dengan tradisi corat-coret seragamnya itu.

Dulu, kehidupan rakyat aman, tenang, dan guyub rukun. Tidak ada radikalisme pun isu sara yang memecah belah keluarga, tetangga, dan bangsa. Kerjabakti dan teposeliro berjalan lancar. Pendidikan P4 meresap hingga ke akar, dari siswa, PKK, dasawisma, hingga RT/RW. Warga sehat lewat posyandu. Program keluarga berencana sukses.

Dulu, berita terkontrol dan tidak ada hoax pun ujaran kebencian. Warga sibuk bekerja dan pelajar semangat belajar untuk membangun negaranya. Tidak ada waktu ghibah. Obrolan di warung kopi adalah tentang kebanggaan akan negaranya menjadi macan asia. Bangga akan segudang prestasi: prestasi bulutangkis, renang, atletik, sepakbola, pencak silat, dan menjadi dominasi juara seagames. Belum lagi akan keberhasilan di bidang telekomunikasi, kereta api, baja, otomotif, elektronik, dan lainnya.

Dulu, negara punya garis besar haluan negara. Pembangunan terencana yang diejawantahkan lewat rencana pembangunan per lima tahun. Misalnya 25 tahun pertama untuk membangun sektor pertanian. Membuka lahan, membangun bendungan dan saluran irigasi. Tak lupa juga dengan peternakannya. Pembanguanan yang memperkuat pondasi sebagai negara agraris untuk selanjutnya tinggal landas menuju negara maju pada periode 25 tahun berikutnya.

Dulu begini, begitu, dan beginu. Dulu ini, itu, dan inu.

Tetiba Bejo ngeh, sekarang, ia banyak sekali menceritakan tentang masa lalu. Ah, ia mulai sadar. Ia sudah tua. Tidak muda lagi. Gairahnya saja, yang berasa masih muda.

Salam lagi.

©️ DPS

Kemayoran, Jakarta, 1/5/2025 14:42

#sruvuts
#mayday

Image by Pexels from Pixabay

Kamu Tahu enggak?

Dulu, saya punya teman, sebut saja Joni, yang sering tanya kamu tahu enggak, dalam hampir setiap obrolan. Misalnya: kamu tahu enggak, kenapa bbm naik? Kamu tahu enggak, kenapa daya beli menurun? Kamu tahu enggak, kenapa uu abc direvisi? Kamu tahu enggak, kenapa mbg itu belum merata? Kamu tahu enggak, siapa huhuhaha itu?

Dan simpel, saya jawab gak tahu. Kemudian teman saya itu mulai menjelaskan panjang lebar, begini begitu beginu terkait bab di atas. Penjelasan yang ia dapatkan dari hasil membaca media plus penafsirannya, yang menurut saya seenaknya dewe.

Jujurly, saya hanya ngangguk-ngangguk mendengar penjelasannya yang panjang dan pepesan kosong itu. Saya tidak mendebatnya. Karena pernah kita berdiskusi tetapi teman saya ini kurang bisa menerima pendapat or pandangan yang berbeda. Hanya adu otot, bukan otak.

Dalil ia sederhana, saya benar, kamu salah. Menurut teman saya itu, pengetahuan dia yang banyak adalah segalanya. Padahal, ia miskin dalam berlogika. Tidak bisa membedakan antara premis dan kesimpulan. Sejak saat itu, obrolan di antara kami, saya biarkan monolog.

Begini ya manteman. Tahu itu berbeda dengan mengerti pun paham. Kita tahu satu hal, belum tentu mengerti pun paham hal tersebut. Kita tahu lampu merah itu harus berhenti. Tetapi kita gagal paham, kenapa kita mesti berhenti.

Seringkali kita (saya) sulit mencerna sebuah fakta yang nampak sederhana itu dengan baik, benar, dan indah. Kenapa? Karena hal tersebut adalah jalan ninja yang terjal, berliku, dan mendaki.

Akibatnya kita gagal paham. Sehingga kita dengan mudah mengambil sebuah kesimpulan dan menelannya sebagai sebuah kebenaran.

Kita tumpul dalam berpikir kritis pun ilmiah. Yang dalam kata populer sering disebut dungu itu. Pernah dengar, kan? Kita acap kali berkesimpulan jika tidak A maka Z, abai terhadap B-Y.

Saya melihat Joni ini ada di mana-mana. Di sana, di sini, pun di sono. Joni adalah kita.

Salam kita.

©️ DPS

Image by Piyapong Saydaung from Pixabay

Ceteris Paribus: Memahami Dunia Ekonomi yang Disimplifikasi

Dalam lautan kompleksitas ilmu ekonomi, dengan berbagai faktor yang saling berinteraksi dan memengaruhi hasil, terdapat sebuah konsep fundamental yang menjadi landasan penting dalam analisis: ceteris paribus. Frasa Latin ini, yang secara harfiah berarti “hal-hal lain dianggap tetap” atau “semua hal lainnya sama,” adalah sebuah asumsi metodologis yang memungkinkan para ekonom untuk mengisolasi dan mempelajari hubungan antara dua variabel ekonomi secara lebih fokus.

Bayangkan Anda sedang mencoba memahami bagaimana perubahan harga suatu produk memengaruhi jumlah permintaannya. Dalam dunia nyata, permintaan tidak hanya dipengaruhi oleh harga, tetapi juga oleh pendapatan konsumen, preferensi, harga barang substitusi dan komplementer, ekspektasi masa depan, dan berbagai faktor lainnya. Jika semua faktor ini berubah secara bersamaan, akan sulit untuk menentukan secara pasti seberapa besar pengaruh perubahan harga terhadap perubahan permintaan.

Di sinilah kekuatan asumsi ceteris paribus berperan. Dengan mengasumsikan bahwa semua faktor lain yang relevan tetap konstan, seorang ekonom dapat memfokuskan diri pada hubungan langsung antara harga dan kuantitas yang diminta. Misalnya, ketika menganalisis kurva permintaan, kita secara implisit menggunakan asumsi ceteris paribus. Kurva permintaan menunjukkan bagaimana kuantitas barang yang diminta berubah seiring dengan perubahan harganya, dengan asumsi bahwa pendapatan konsumen, selera, harga barang lain, dan faktor-faktor relevan lainnya tidak berubah.

Mengapa Ceteris Paribus Penting dalam Ekonomi?

Asumsi ceteris paribus adalah alat yang sangat berharga dalam analisis ekonomi karena beberapa alasan:

  • Penyederhanaan Kompleksitas: Dunia ekonomi sangat kompleks dengan berbagai variabel yang saling memengaruhi. Ceteris paribus membantu menyederhanakan realitas ini agar kita dapat memahami hubungan kausal yang mendasar.
  • Isolasi Hubungan: Dengan menahan variabel lain tetap konstan, kita dapat mengisolasi dan mengamati dampak perubahan pada satu variabel terhadap variabel lainnya secara lebih jelas. Ini memungkinkan kita untuk membangun model dan teori ekonomi yang lebih terfokus.
  • Pengembangan Teori dan Model: Banyak model dan hukum ekonomi didasarkan pada asumsi ceteris paribus. Misalnya, Hukum Permintaan (yang menyatakan bahwa ketika harga suatu barang naik, kuantitas yang diminta akan turun, ceteris paribus) adalah contoh klasik.
  • Prediksi dan Kebijakan: Meskipun dunia nyata jarang kali statis, analisis ceteris paribus dapat membantu dalam membuat prediksi dan merumuskan kebijakan. Dengan memahami hubungan dasar antara variabel, para pembuat kebijakan dapat memperkirakan potensi dampak dari suatu tindakan, meskipun mereka menyadari bahwa faktor-faktor lain juga dapat berperan.

Batasan Asumsi Ceteris Paribus:

Penting untuk menyadari bahwa asumsi ceteris paribus adalah sebuah penyederhanaan dan memiliki batasannya:

  • Dunia Nyata Dinamis: Dalam kenyataannya, sangat jarang semua faktor lain tetap konstan. Perubahan dalam satu variabel ekonomi seringkali memicu perubahan pada variabel lainnya.
  • Keterbatasan Prediksi Akurat: Karena dunia nyata dinamis, prediksi yang didasarkan pada asumsi ceteris paribus mungkin tidak selalu akurat dalam jangka panjang. Faktor-faktor yang dianggap tetap dapat berubah dan memengaruhi hasil.
  • Potensi Kesalahan Kebijakan: Jika para pembuat kebijakan hanya fokus pada hubungan yang diisolasi di bawah asumsi ceteris paribus dan mengabaikan potensi perubahan pada faktor lain, kebijakan yang dihasilkan mungkin tidak efektif atau bahkan kontraproduktif.

Kesimpulan:

Meskipun memiliki batasan, asumsi ceteris paribus tetap menjadi alat yang sangat penting dalam gudang analisis ekonomi. Ini memungkinkan para ekonom untuk menyederhanakan kompleksitas dunia nyata, mengisolasi hubungan antar variabel, mengembangkan teori dan model, serta memberikan dasar untuk prediksi dan kebijakan. Namun, penting untuk selalu mengingat bahwa ceteris paribus adalah sebuah penyederhanaan, dan analisis ekonomi yang komprehensif juga harus mempertimbangkan interaksi dan perubahan pada berbagai faktor yang memengaruhi hasil ekonomi. Dengan pemahaman yang tepat tentang kekuatan dan batasan asumsi ini, kita dapat lebih baik memahami dan menganalisis dinamika dunia ekonomi.

(ADS)

Jakarta, Rabu Pon (16/04/2025) 09:52

Image by Dan Novac from Pixabay

Hari Pembebasan: Era Baru Lokalisasi?

Awal tahun 2000 an, saya banyak terekspos ide globalisasi. Bahkan saat itu, saya cukup produktif menulis tentang ini. Mulai dari ranah publik hingga ranah privat sekaligus.

Seperti bagaimana mekanisme pasar, perdagangan bebas, perkembangan teknologi informasi, selera makan, berpakaian, film, olahraga, sampai urusan pemberian nama anak, bahkan urusan ranjang sekalipun, kita semua tak lepas, dicekoki oleh ide globalisasi.

Di mana, di sana ada hegemoni, penyeragaman, dan standarisasi.

Sehingga kalau Anda pergi ke New York dan Free York (baca priok), Anda tidak akan merasakan gap yang besar dalam hal selera makan misalnya. Karena di sana sama-sama ada McD, KFC, Starbucks. The world is flat.

Di sudut lain, kesatuan rantai pasok global, juga membuat negara-negara di dunia ini bekerja sama dan saling ketergantungan. Seperti pembuatan komputer dan laptop HP, Dell, Lenovo (US) yang chipnya di buat di Taiwan; sepatu Adidas dan Nike yang dibuat di Tangerang, Indonesia, dan lain sebagainya.

Abrakadabra, bak sulap, kita terhipnotis masal. Kita tunduk, takluk, dan menerima begitu saja ide itu.

Ada yang melawan sih. Tapi itu jumlahnya ga banyak, hanya sebagian kecil. Ibaratnya seperti riak di antara gelombang samudera. Ia terhempas begitu saja dan menjadi buih.

Wal hasil, dalam 10, 20, 30 tahun kemudian dunia berubah. Banyak negara yang tumbuh dan berkembang seperti Amerika. Termasuk desa saya, di Wlingi, Blitar, Jawa Timur. Desa agraris yang mulai ramai dengan perdagangan.

Hari Pembebasan dan Era Lokalisasi

Rabu, 2 April 2025, Presiden AS Donald Trump mengumumkan “Hari Pembebasan” atau Liberation Day di White House Rose Garden dalam acara formal bertajuk “Make America Wealth Again”.

Dengan kebijakan baru itu, Trump menerapkan bea masuk hampir ke semua negara untuk barang-barang yang masuk ke AS.

Duar! Bak petir di siang bolong. Dunia kaget dengan kebijakan ini. Mereka mencermati dan merespon situasi tersebut dengan berbagai strategi khas negara masing-masing. Ada yang bernegosiasi, wait and see, bahkan ada yang membalasnya.

Di tanah air, dalam acara Sarasehan Ekonomi bersama Presiden RI di Jakarta, Kamis (9/4/2025), Bu Sri Mulyani mengatakan:

“Tarif resiprokal yang disampaikan oleh
Amerika terhadap 60 negara menggambarkan cara penghitungan tarif
tersebut, yang saya rasa semua ekonom yang sudah belajar ekonomi tidak bisa
memahami. Jadi ini juga sudah tidak berlaku lagi ilmu ekonomi. Yang penting pokoknya tarif duluan karena tujuannya
adalah menutup defisit. Tidak ada ilmu ekonominya di situ. Menutup defisit itu artinya saya tidak ingin tergantung atau beli kepada orang lain lebih banyak dari apa yang saya bisa jual kepada orang lain. ltu is purely transactional. Enggak ada landasan ilmu ekonominya.”

Apakah hari pembebasan ini sebagai pertanda perubahan zaman, dari era globalisasi ke lokalisasi?

Salam lokalisasi.

(DPS)

Jakarta, 12 April 2025 10:28

#melekberita
#sruvuts

*Image by Pete Linforth from Pixabay

Sepak Bola: antara Permainan dan Pertandingan

Sepakbola antara permainan dan pertandingan. Apa maksudnya? Bedanya apa? Sebagai sebuah permainan, sepakbola bersifat rekreatif. Sedangkan sebagai sebuah pertandingan, sepakbola bersifat kompetitif.

Di dalam permainan sepakbola, ada dua hal utama yang menjadi dasar untuk menentukan permainan sebuah tim. Dua dasar ini menjadi penentu, apakah sebuah tim itu bagus atau tidak. Kedua hal dasar tersebut yaitu: penguasaan bola (possession) dan tendangan (shots).

Jika dibedah ke dalam teknis operasional, kedua hal pokok di atas meliputi: tendangan ke teman/umpan (passing), akurasi umpan (passing acuracy), tendangan ke gawang (shots on target), mempertahankan/merebut (defend/attack), pergerakan tanpa bola (positioning), pelanggaran (fouls), dan lainnya.

Tim yang bagus, harus memiliki skor yang bagus atas semua indikator di atas.

Skor yang bagus ini tidak ujug-ujug datang dari langit. Ia butuh latihan, latihan, dan latihan. Kawah Candradimuka, di sinilah sebuah proses panjang yang melelahkan itu ditempuh. Proses yang tidak selalu mulus. Ada kalanya penuh onak, duri, dan juga drama.

Di dalam latihan, kita mengenal strategi, taktik, dan juga formasi. Di sinilah semua indikator di atas dipraktekkan dan dievaluasi. Sepakbola menjadi rumit dan komplikatif.

Bagaimana sepakbola menjadi sebuah pertandingan?

Sebagai sebuah pertandingan, sepakbola hanya mengenal satu mahzab, yaitu: kemenangan. Kata ini adalah kunci dari kunci, core of the core. Tim yang bagus berpotensi besar mengantarkan Anda memenangkan permainan, tidak pertandingan.

Bagaimana memenangkan sebuah pertandingan? Ada banyak cara. Saya hanya akan menjelaskan dua cara saja. Yang pertama versi Machester United, dan yang kedua versi Machester City.

Apa itu?

Begini ceritanya. Untuk membentuk tim yang bagus seperti Manchester United (dulu), Anda harus membina pesepakbola dari dini. Anda membangun akademi dan memberikan lingkungan yang sehat untuk tumbuh kembang pemain.

Sedangkan untuk membangun klub yang bagus seperti Manchester City, lebih sederhana. Anda hanya perlu menyiapkan uang untuk membeli pemain yang berkualitas tinggi tahan kompetisi.

Baca juga: Duit Bicara Manchester City

Permainan dan pertandingan bisa berjalan seiring sejalan menemani sepakbola. Keduanya tidak untuk saling meniadakan, tetapi untuk saling melengkapi.

Namun, di dalam sebuah kompetisi, permainan bagus tetapi kalah di dalam pertandingan, buat apa?

Salam

(DPS)

Jakarta, Rabu Pahing (26/03/2025) 13:10

#melekberita
#sruvuts

Image by Łukasz Wyrwik from Pixabay

Insecure dan Overthinking: Dua Sisi Mata Uang yang Sama

Apa itu insecure dan overthinking? Dewasa ini, kedua topik tersebut sering kali diperbincangkan di kalangan warganet dan GenZ. Apakah kedua masalah itu berbahaya? Bagaimana mengatasinya? Itulah beberapa pertanyaan GenZ yang cukup menjadi perhatian.

Pernahkah Anda merasa tidak aman dengan diri sendiri, selalu membandingkan diri dengan orang lain, atau merasa khawatir berlebihan tentang apa yang orang lain pikirkan? Jika ya, Anda mungkin tidak asing dengan istilah insecure dan overthinking. Keduanya seringkali berjalan beriringan dan dapat memengaruhi kesehatan mental serta kualitas hidup seseorang.

Apa itu Insecure?

Insecure adalah perasaan tidak aman, tidak percaya diri, dan merasa tidak berharga. Orang yang insecure seringkali merasa takut ditolak, dikritik, atau tidak diterima oleh lingkungan. Perasaan ini bisa muncul karena berbagai faktor, seperti pengalaman masa lalu yang traumatis, perbandingan sosial, atau tekanan dari lingkungan.

Apa itu Overthinking?

Overthinking adalah kebiasaan berpikir berlebihan dan terus-menerus tentang sesuatu, bahkan hal-hal kecil. Orang yang overthinking seringkali terjebak dalam pikiran negatif, khawatir tentang masa depan, atau menyesali masa lalu. Kebiasaan ini dapat mengganggu konsentrasi, menyebabkan stres, dan bahkan depresi.

Hubungan Antara Insecure dan Overthinking

Insecure dan overthinking memiliki kaitan yang erat. Perasaan insecure dapat memicu overthinking karena orang yang merasa tidak aman cenderung lebih khawatir tentang apa yang orang lain pikirkan tentang mereka. Mereka juga lebih mungkin untuk meragukan kemampuan diri sendiri dan terus-menerus memikirkan kesalahan atau kekurangan mereka.

Sebaliknya, overthinking juga dapat memperburuk perasaan insecure. Terlalu banyak berpikir tentang kekurangan diri sendiri atau apa yang mungkin terjadi di masa depan dapat membuat seseorang merasa semakin tidak aman dan tidak percaya diri.

Dampak Negatif Insecure dan Overthinking

Keduanya dapat memiliki dampak negatif yang signifikan pada kehidupan seseorang. Beberapa di antaranya adalah:

  • Masalah Kesehatan Mental: Insecure dan overthinking dapat meningkatkan risiko gangguan kecemasan, depresi, dan stres kronis.
  • Hubungan yang Tidak Sehat: Orang yang insecure mungkin sulit membangun hubungan yang sehat dan langgeng karena mereka selalu merasa tidak cukup.
  • Performa Kerja atau Akademik Menurun: Overthinking dapat mengganggu konsentrasi dan fokus, yang pada akhirnya dapat menurunkan performa kerja atau akademik.
  • Kualitas Hidup Menurun: Keduanya dapat membuat seseorang merasa tidak bahagia dan tidak puas dengan hidupnya.

Cara Mengatasi Insecure dan Overthinking

Mengatasi keduanya membutuhkan waktu dan usaha, tetapi ada beberapa cara yang bisa Anda coba:

  • Identifikasi Penyebabnya: Cobalah untuk mengidentifikasi apa yang memicu perasaan insecure dan overthinking Anda. Apakah ada pengalaman masa lalu yang traumatis, perbandingan sosial, atau tekanan dari lingkungan?
  • Terima Diri Sendiri: Belajarlah untuk menerima diri sendiri apa adanya, termasuk kelebihan dan kekurangan Anda. Ingatlah bahwa tidak ada manusia yang sempurna.
  • Fokus pada Kekuatan Anda: Alihkan fokus Anda dari kekurangan pada kekuatan dan kelebihan Anda. Ingatlah semua hal baik yang telah Anda lakukan dan capai.
  • Berpikir Positif: Cobalah untuk mengganti pikiran negatif dengan pikiran positif. Ingatlah bahwa pikiran negatif tidak selalu benar.
  • Berbicara dengan Seseorang: Bicaralah dengan seseorang yang Anda percaya, seperti teman, keluarga, atau profesional kesehatan mental. Mereka dapat memberikan dukungan dan saran yang berharga.
  • Cari Bantuan Profesional: Jika Anda merasa kesulitan mengatasi insecure dan overthinking sendiri, jangan ragu untuk mencari bantuan profesional dari psikolog atau psikiater.

Kesimpulan

Insecure dan overthinking adalah masalah umum yang dapat memengaruhi siapa saja. Keduanya memiliki kaitan yang erat dan dapat memiliki dampak negatif pada kesehatan mental dan kualitas hidup. Namun, dengan identifikasi penyebabnya, menerima diri sendiri, dan mencari bantuan jika diperlukan, Anda dapat belajar untuk mengatasi keduanya dan hidup yang lebih bahagia dan sehat.

(ADS)

Image by Mohamed Hassan from Pixabay

Spekulasi dan Bisnis

Dalam perjalanan ke Barat, Bejo bertemu dengan Simbah Wiseruh. Kali ini, ia mendapat pelajaran hikmah tentang spekulasi dan bisnis. Dua hal pokok yang sering kali membuat orang salah kaprah dan gagal paham. Spekulasi lebih banyak mengandung unsur taruhan. Sedangkan bisnis lebih besar unsur kepastiannya.

Apa itu maksudnya itu? Begini ceritanya:

Jo, kalau ada orang jual HP satu juta. Lalu dengan pengetahuanmu, kamu percaya bahwa HP itu bisa laku 1 juta 300 ribu. Kamu mau beli HP itu? tanya Mbah Wiseruh.

Mau guru, jawab Bejo ringan.

Lalu setelah kamu beli, ternyata enggak ada orang yang mau membeli HP itu dengan harga 1 juta 300 ribu. Mereka hanya mau membeli seharga 500 ribu, 600 ribu, atau paling pol 750 ribu. Ini namanya spekulasi. Di sini, kamu bergantung kepada pengetahuanmu. Kamu bertaruh kepada ketidakpastian, kata Mbah Wiseruh.

Bajo ndlongop. Ia ngangguk-ngangguk.

Mbah Wiseruh kemudian melanjutkan dengan kisah lain. Cerita lainnya begini Jo. Ada orang jual HP satu juta. Dengan ilmumu, kamu yakin bahwa HP itu bisa laku 1 juta 300 ribu. Kamu membeli HP itu. Setelah itu, ternyata orang berbondong-bondong menawar HP tersebut. Ada yang menawar 900 ribu, satu juta, bahkan ada yang mau dua juta. Di sinilah kamu bisnis. Kamu menyandarkan kepada ilmu. Unsur kepastiannya lebih besar.

Bagaimana? Sekarang, kamu sudah tahu bedanya Jo? Antara pengetahuan dan ilmu? Antara spekulasi dan bisnis?

Pengetahuan itu, ia masih belum teruji kebenaran dan kepastiannya. Namun tidak dengan ilmu. Kalau ilmu, ia sudah teruji. Orang sering salah kaprah di sini. Mereka baru punya pengetahuannya tetapi ia sudah merasa berilmu.

Bejo ngangguk-ngangguk. Tapi kali ini batinnya bergejolak. Ada semacam uneg-uneg yang ingin ia sampaikan.

Tapi Mbah, bukankah ilmu itu butuh pengetahuan lebih dulu? tanya Bejo.

Betul. Pengetahuan adalah salah satu dasar dari ilmu. Tetapi pengetahuan saja tidak cukup. Di sinilah pentingnya satu jembatan yang disebut praktek atau amal. Pendek kata, ilmu adalah pengetahuan yang dipraktekkan, diamalkan. Pengetahuan itu sebatas kamu mengenal bumbu-bumbuan, seperti: jahe, kencur, bawang, cabe, merica dan seterusnya. Sedangkan ilmu bicara lebih dalam. Dengan bumbu tersebut, kamu bisa masak soto, bakso, nasi goreng, dan lain sebagainya. Itu ilmu.

Pada dimensi ini, ada dinamika di dalamnya. Ada problematikanya tersendiri. Ada metodologi, dan ada juga peran hawa nafsu dalam pengamalannya. Apa dan bagaimana itu, lain kali aku jelaskan.

Bejo mengangguk. Ia paham. Tak terasa, hari sudah larut. Kopi disampingnya sudah dingin. Ia sruput kopi itu dengan nikmat. Sruvuts.

Salam

(ADS)

Kemayoran, Jakarta, 19/1/2024 22:50

#melekberita
#sruvuts

Image by Joachim Schnürle from Pixabay

Candu Belanja Online

Candu belanja online. Transaksi online dalam beberapa tahun semakin besar. Benarkah saya, Anda, dan kita telah kecanduan belanja online?

Total Gross Merchandise Value (GMV) TikTok Shop di Indonesia jadi salah satu yang terbesar di dunia. Tercatat nilainya mencapai US$6,198 miliar atau mencapai Rp 100,3 triliun.

Laporan tersebut berasal dari firma analitik data perdagangan video Tabcut.com. GMV Indonesia mengalami pertumbuhan 39% per tahunnya. Seperti yang dilaporkan CNBC Indonesia.

Belanja online, meski tidak cash and carry seperti belanja offline, namun ia telah memberikan pengalaman lain. Pengalaman unik yang belum pernah ada sebelumnya.

Pengalaman Unik Belanja Online

Setidaknya ada tiga pengalaman unik saat saya belanja online. Pertama adalah terkait waktu menunggu. Kedua soal harga. Dan ketiga yaitu pilihan barang.

Waktu menunggu menjadi semacam pengharapan di tengah rutinitas hidup sehari-hari yang sesak dengan hiruk pikuk, penuh kesuntukan dan problematika kehidupan.

Unsur kejut saat belanja online bisa menghasilkan kegembiraan sesaat. Cheap dophamine, hormon kegembiraan yang mudah. Jika tak dikelola dengan baik, ia akan menjadi candu. Efeknya, saya mau lagi, mau lagi.

Selain itu, ketika menunggu, saya seperti menanti teka-teki berhadiah. Kapan barang datang? Apakah barang sesuai ekspektasi, di bawah ekspektasi, atau melebihi ekspektasi? Semua itu ialah aneka pertanyaan yang menarik untuk lekas mencari jawabnya.

Hal yang kedua adalah harga. Harga belanja online lebih terbuka. Saya dengan mudah bisa membandingkan harga antar toko. Cukup dengan tap-tap jempol sekian detik/menit, saya sudah menemukan harga murah.

Entah kenapa, selama ini, pengalaman belanja saya, harga di online selalu lebih murah dibanding offline. Bahkan selisihnya bisa sampai ratusan ribu. Seperti pas musim promo, misal: 11.11 atau 12.12.

Dan terakhir adalah pilihan barang. Belanja online memudahkan saya dalam memilih barang. Aneka produk lekas tersaji di depan layar HP. Dalam sekilas saya bisa melihat 2, 3, 4 barang sekaligus.

Inilah salah satu keunggulan belanja online.

Bayangkan kalau saya harus membuka rak baju di toko satu persatu untuk mencari desain yang sesuai selera. Sudah lama dan biasanya belum tentu nemu barang yang diinginkan.

Belum lagi ketika belanja offline, saya mesti ada effort ke lokasi, mencari parkir, macet di jalan, kehujanan, plus ditambah ban bocor. Lengkap sudah.

Kesimpulan

Belanja online bisa menghasilkan kegembiraan sesaat. Jika tidak dikelola dengan baik, ia akan menjadi candu. Waktu, harga, dan pilihan barang adalah tiga kenikmatan dalam belanja online.

Pengalaman belanja unik, yang belum pernah ada sebelumnya telah merevolusi mental kita. Ia mengubah perilaku kita dalam jual-beli.

Bagaimana? Apakah Anda pernah belanja online? Seberapa sering?

Misi, paket. Tetiba sayup-sayup terdengar dari depan rumah. Saya mesti akhiri tulisan ini dan bergegas menghampiri pengantar paket.

Salam paket.

(DPS)

Jakarta, 11/1/2025 5:59

#melekide
#melekberita
#sruvuts

 

Jumat Berkah

Jumat Berkah adalah hari Jumat yang didedikasikan untuk memperbanyak ibadah, kebaikan, dan doa. Hari Jumat juga merupakan hari yang baik untuk bersedekah.

Pedagang kaki lima, mie ayam menyediakan porsi jumat berkah berbanderol 10 ribu di daerah Percetakan Negara, Jakarta, Jumat (10/1/2025). Harga normal adalah 13 ribu. Berarti ada selisih 3 ribu.

Membaca tulisan itu, jujurly, saya malu pada diri sendiri. Mereka yang jauh dari kata berlebih dalam materi, terkadang malah berlebih dalam bab sedekah.

Saya pernah beli ketoprak. Satu porsi 18 ribu pakai telor. Saya bayar dengan uang 50 ribu. Abangnya tak punya kembalian. Ia bilang: “Bawa saja dulu. Bayar besok saja.”

Bagaimana kalau besok saya ga bayar? Ia kan rugi satu porsi. Uang 18 ribunya, ada pada saya. Kenapa tidak uang 50 ribu itu yang saya titipkan ke dia. Di sinilah, saya kalah 1-0.

Di tempat lain, saya juga pernah beli bubur ayam. Satu porsi harganya 12 ribu dengan sate. Saya bayar 15 ribu. Abangnya tidak punya kembalian pas. Ia kasih kembalian 4 ribu. Dua ribuan dua.

Saya bilang, lebih seribu ini bang.
Udah gak papa, kata abangnya.

Saya terima kembalian itu. Dan jujurly, di situlah saya kalah, 1-0 lagi. Kenapa tadi tidak kembali dua ribu saja. Jadi saya yang lebih bayar seribu.

Cerita di atas hanya contoh kecil. Saya lazim mengalami hal yang seperti itu saat berinterkasi dengan pedagang kaki lima. Dan saya sering kalah. Saya dibuat malu berkali-kali.

Hal di atas juga memberikan pelajaran hidup bagi saya. Memberilah. Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah, kata guru ngaji saya dulu.

Bagaimana temans? Apakah Anda pernah mengalami cerita yang sama?

Salam sama.

(DPS)

Kemayoran, Jakarta, 11/1/2025 12:44

#melekcerita
#melekberita
#sruvuts