Apa itu Femisida? Femisida, atau pembunuhan terhadap perempuan karena mereka adalah perempuan, merupakan bentuk kekerasan ekstrem berbasis gender. Fenomena ini mencerminkan ketimpangan kekuasaan antara laki-laki dan perempuan serta budaya misoginis yang mengakar di berbagai masyarakat. Femisida berbeda dengan pembunuhan umum karena didorong oleh motif diskriminasi, dominasi, dan kebencian terhadap perempuan.
Seperti dilaporkan Tempo (15/12/2024), angka kasus femisida di Indonesia terbilang tinggi. Berdasarkan catatan Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), terdapat 290 kasus femisida sepanjang periode 1 Oktober 2023 hingga 31 Oktober 2024. Angka itu diperoleh dari data sekunder berupa pemantauan pemberitaan media daring.
Viral di media sosial baru-baru ini, pegawai toko roti dianiaya di Kawasan Penggilingan, Cakung, Jakarta Timur. Perempuan penjaga kasir di toko itu, dianiaya oleh anak dari bosnya, pada 17 Oktober 2024. Ia dilempari dengan kursi dan benda keras lainnya hingga menyebabkan luka sobek di bagian kepala, seperti diberitakan Tempo.
Artikel ini akan membahas pengertian femisida, penyebab utamanya, contoh kasus, dampaknya, serta upaya untuk mengatasi masalah ini.
Apa Itu Femisida?
Femisida didefinisikan sebagai pembunuhan yang dilakukan terhadap perempuan karena jenis kelaminnya. Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Diana E.H. Russell, seorang feminis dan sosiolog, pada 1976. Femisida tidak hanya merujuk pada pembunuhan fisik, tetapi juga mencakup konteks sosial dan budaya yang memungkinkan terjadinya kekerasan ini.
Jenis Femisida:
- Femisida Intim: Dilakukan oleh pasangan atau mantan pasangan, biasanya sebagai akibat kekerasan dalam hubungan.
- Femisida Non-Intim: Dilakukan oleh seseorang yang tidak memiliki hubungan dekat dengan korban, sering kali karena kebencian atau pelecehan seksual.
- Femisida Sistemik: Berakar pada kondisi struktural, seperti perdagangan manusia, eksploitasi seksual, atau praktik budaya berbahaya (seperti pembunuhan karena kehormatan).
Penyebab Femisida
Femisida tidak terjadi dalam ruang hampa; ia dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain:
- Budaya Patriarki: Sistem sosial yang memberikan kekuasaan dominan kepada laki-laki menciptakan ketimpangan gender yang ekstrem, memungkinkan perempuan menjadi korban.
- Normalisasi Kekerasan: Di beberapa masyarakat, kekerasan terhadap perempuan dianggap wajar atau bahkan diterima.
- Ketimpangan Gender: Perempuan sering kali dianggap subordinat, yang membuat mereka lebih rentan terhadap kekerasan.
- Kurangnya Penegakan Hukum: Dalam banyak kasus, pelaku femisida tidak dihukum dengan setimpal, menciptakan impunitas yang memperparah masalah ini.
Baca juga: Apa itu Malapropism
Contoh Kasus Femisida di Dunia
- Ciudad Juárez, Meksiko
Kota ini dikenal dengan tingginya angka femisida. Sejak tahun 1990-an, ratusan perempuan muda yang bekerja di pabrik ditemukan tewas secara brutal, sering kali setelah mengalami pelecehan seksual. Hingga kini, banyak kasus yang belum terselesaikan. - Kasus Pembunuhan Karena Kehormatan (Honor Killing)
Di beberapa negara, perempuan dibunuh oleh keluarga mereka sendiri karena dianggap melanggar “kehormatan” keluarga, seperti menikah tanpa persetujuan atau menjadi korban perkosaan. - Pembunuhan Pasangan Intim
Di banyak negara, pembunuhan terhadap perempuan oleh pasangan atau mantan pasangan adalah bentuk femisida yang paling umum.
Dampak Femisida
Femisida tidak hanya merenggut nyawa perempuan, tetapi juga memiliki dampak luas, termasuk:
- Trauma Keluarga dan Komunitas: Kehilangan perempuan meninggalkan luka mendalam bagi keluarga dan lingkungan sosial mereka.
- Kehilangan Sumber Daya Sosial dan Ekonomi: Perempuan sering kali menjadi pilar ekonomi dan sosial dalam keluarga mereka.
- Memperkuat Ketakutan di Kalangan Perempuan: Tingginya angka femisida menciptakan rasa takut di kalangan perempuan untuk menjalani kehidupan sehari-hari.
Upaya untuk Mengatasi Femisida
- Peningkatan Kesadaran Publik: Kampanye pendidikan dan advokasi untuk mengubah budaya patriarki dan menghapus normalisasi kekerasan terhadap perempuan.
- Penegakan Hukum yang Tegas: Negara harus memastikan bahwa pelaku femisida dihukum dengan setimpal dan tidak ada toleransi terhadap kekerasan berbasis gender.
- Perlindungan Perempuan:
- Memberikan tempat perlindungan bagi perempuan yang terancam kekerasan.
- Menyediakan layanan psikologis dan hukum untuk mendukung korban dan keluarganya.
- Pemberdayaan Perempuan: Memberikan akses pendidikan, pekerjaan, dan sumber daya kepada perempuan untuk mengurangi ketergantungan mereka pada pelaku kekerasan.
- Pengumpulan Data: Statistik yang akurat diperlukan untuk memahami skala masalah ini dan merancang kebijakan yang efektif.
Kesimpulan
Femisida adalah bentuk kekerasan yang sangat serius dan mencerminkan kegagalan dalam melindungi hak asasi perempuan. Upaya kolektif dari pemerintah, masyarakat, dan individu diperlukan untuk mengakhiri kejahatan ini. Mengubah budaya misoginis, meningkatkan kesadaran, dan menegakkan hukum secara tegas adalah langkah penting untuk menciptakan dunia di mana perempuan dapat hidup dengan aman dan bermartabat.
Setiap nyawa perempuan berharga. Femisida bukan hanya masalah perempuan, tetapi juga masalah kemanusiaan yang harus diselesaikan bersama.
(© ADS)
#melekberita
#melekbahasa
Image by Daria Obymaha from Pixabay