Hari Pembebasan: Era Baru Lokalisasi?

Date:

Awal tahun 2000 an, saya banyak terekspos ide globalisasi. Bahkan saat itu, saya cukup produktif menulis tentang ini. Mulai dari ranah publik hingga ranah privat sekaligus.

Seperti bagaimana mekanisme pasar, perdagangan bebas, perkembangan teknologi informasi, selera makan, berpakaian, film, olahraga, sampai urusan pemberian nama anak, bahkan urusan ranjang sekalipun, kita semua tak lepas, dicekoki oleh ide globalisasi.

Di mana, di sana ada hegemoni, penyeragaman, dan standarisasi.

Sehingga kalau Anda pergi ke New York dan Free York (baca priok), Anda tidak akan merasakan gap yang besar dalam hal selera makan misalnya. Karena di sana sama-sama ada McD, KFC, Starbucks. The world is flat.

Di sudut lain, kesatuan rantai pasok global, juga membuat negara-negara di dunia ini bekerja sama dan saling ketergantungan. Seperti pembuatan komputer dan laptop HP, Dell, Lenovo (US) yang chipnya di buat di Taiwan; sepatu Adidas dan Nike yang dibuat di Tangerang, Indonesia, dan lain sebagainya.

Abrakadabra, bak sulap, kita terhipnotis masal. Kita tunduk, takluk, dan menerima begitu saja ide itu.

Ada yang melawan sih. Tapi itu jumlahnya ga banyak, hanya sebagian kecil. Ibaratnya seperti riak di antara gelombang samudera. Ia terhempas begitu saja dan menjadi buih.

Wal hasil, dalam 10, 20, 30 tahun kemudian dunia berubah. Banyak negara yang tumbuh dan berkembang seperti Amerika. Termasuk desa saya, di Wlingi, Blitar, Jawa Timur. Desa agraris yang mulai ramai dengan perdagangan.

Hari Pembebasan dan Era Lokalisasi

Rabu, 2 April 2025, Presiden AS Donald Trump mengumumkan “Hari Pembebasan” atau Liberation Day di White House Rose Garden dalam acara formal bertajuk “Make America Wealth Again”.

Dengan kebijakan baru itu, Trump menerapkan bea masuk hampir ke semua negara untuk barang-barang yang masuk ke AS.

Duar! Bak petir di siang bolong. Dunia kaget dengan kebijakan ini. Mereka mencermati dan merespon situasi tersebut dengan berbagai strategi khas negara masing-masing. Ada yang bernegosiasi, wait and see, bahkan ada yang membalasnya.

Di tanah air, dalam acara Sarasehan Ekonomi bersama Presiden RI di Jakarta, Kamis (9/4/2025), Bu Sri Mulyani mengatakan:

“Tarif resiprokal yang disampaikan oleh
Amerika terhadap 60 negara menggambarkan cara penghitungan tarif
tersebut, yang saya rasa semua ekonom yang sudah belajar ekonomi tidak bisa
memahami. Jadi ini juga sudah tidak berlaku lagi ilmu ekonomi. Yang penting pokoknya tarif duluan karena tujuannya
adalah menutup defisit. Tidak ada ilmu ekonominya di situ. Menutup defisit itu artinya saya tidak ingin tergantung atau beli kepada orang lain lebih banyak dari apa yang saya bisa jual kepada orang lain. ltu is purely transactional. Enggak ada landasan ilmu ekonominya.”

Apakah hari pembebasan ini sebagai pertanda perubahan zaman, dari era globalisasi ke lokalisasi?

Salam lokalisasi.

(DPS)

Jakarta, 12 April 2025 10:28

#melekberita
#sruvuts

*Image by Pete Linforth from Pixabay

Arya Dwi Sasangka
Arya Dwi Sasangkahttps://melekberita.com
Melekberita.com adalah media daring seputar berita. Media yang ringan agar informasi mudah dicerna secara baik dan benar. Sehingga pembaca tercerahkan. Pembaca yang bisa membedakan antara emas dan sampah di tengah gelombang tsunami informasi.

Share post:

Berlangganan

spot_imgspot_img

Popular

Artikel lainnya
Terkait

Matrik Eisenhower: Kunci Menentukan Prioritas Secara Efektif

Apakah kamu pernah merasa kewalahan dengan banyaknya tugas yang...

Orang Tua Menceritakan Masa Lalu

Semalam, di depan teras rumah, Bejo menyruput kopinya yang...

Kamu Tahu enggak?

Dulu, saya punya teman, sebut saja Joni, yang sering...

Ceteris Paribus: Memahami Dunia Ekonomi yang Disimplifikasi

Dalam lautan kompleksitas ilmu ekonomi, dengan berbagai faktor yang...