Seorang bocah sedang menunggu potong rambut di Barber Shop AA Garut, Kemayoran, Minggu (11/9/2022). Nampak terlihat daftar harga, yaitu: dewasa 25K, remaja 20K, anak 18K, botak licin 30K.
Selama satu jam saya di situ, dari enam orang yang cukur, tak satupun yang menanyakan harga. Apalagi menanyakan arti K dibelakang angka 25, 20, 18, dan 30. Mereka sudah tahu dan mengerti.
Kesimpulannya: 100 persen pengunjung tahu tentang harga yang harus dibayar. Tahu tentu berbeda dengan mengerti dan paham.
Secara faktual, tukang cukur ini telah melakukan redenominasi. Ia mengurangi tiga angka nol di belakang untuk penyederhanaan tanpa mengubah nilai tukarnya.
Apa itu redenominasi?
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), redenominasi adalah penyederhanaan nilai mata uang rupiah tanpa mengubah nilai tukarnya.
Redenominasi bertujuan untuk menyederhanakan jumlah angka tanpa mengurangi daya beli, harga atau nilai terhadap harga barang dan/atau jasa.
Tidak hanya tukang cukur, saya juga pernah melihat harga kopi, donat, bakso, soto ditulis 20K, 5K, 15K, 15K.
Bahkan di Pasar Inpres Kemayoran, saya juga sering mendengar abang penjual dan emak-emak menyebutkan harga-harga secara sederhana ketika tawar menawar.
“Ayo, ayo, 35..35..35,” kata abang penjual.
“30 ya?” tawar emak-emak.
Di kampung halaman saya, sudah lama orang menggunakan kata ewu (ribu) untuk juta. Wedhuse iki pirang ewu?
Baca juga: Kembali kepada Tuhan
Fenomena apa itu?
Fenomena di atas adalah bukti, tanpa disadari, masyarakat ternyata sudah melakukan redenominasi. Mereka telah bertindak nyata tanpa banyak wacana.
Bagaimana Pak/Bu, kapan redenominasi akan diimplementasi? Anda sudah siap?
Salam siap.
©️ DPS
Kemayoran, Jakarta, 13/9/2022 23.15
#melekbahasa
#melekberita
Image by DPS