Buku: Marketing 4.0 Hermawan Kartajaya?

Date:

melekberita.com – Marketing terus berkembang. Jika dulu kita mengenal ada marketing 1.0, sekarang sudah eranya marketing 4.0. Apa itu marketing 4.0?

Sebelum menjawab pertanyaan di atas, mari kita kilas balik untuk menyegarkan kembali ingatan kita.

Marketing 1.0 adalah marketing yang berfokus pada produk, disebut juga “Product-Centric Era”. Di sini produsen membuat produk yang bagus. Kegiatan marketing diarahkan sesuai dengan kemauan produsen. Misalnya persuasi orang untuk membeli produk tersebut lewat iklan dan sebagainya. Keinginan konsumen tidak terlalu diperhatikan.

Marketing 2.0 adalah marketing yang berfokus pada pelanggan, disebut juga “Customer-Centric Era”. Di sini produsen mencari pelanggan kemudian mempelajari need and want pelanggan. Setelah itu mereka membuat produknya. Kegiatan marketing diarahkan sesuai dengan kemauan pelanggan. Tidak hanya produk yang bagus, produsen memperhatikan juga keinginan pasar.

Marketing 3.0 adalah marketing yang berfokus pada kemanusiaan, disebut juga “Human-Centric Era”. Di sini produsen memperhatikan produk dan pelanggan. Kegiatan marketing diarahkan tidak hanya fungsional dan emosional tetapi lebih ke spiritual. Pelaku bisnis memperhatikan aktifitas kemanusiaannya, nilai-nilai universal.

 

Marketing 4.0 adalah marketing yang berfokus pada kemanusiaan di era digital (marketing 3.0 + digital). Di sini pendekatan pemasaran mengkombinasikan interaksi antara online dan offline. Selain itu juga mengintegrasikan antara style dan substance. Artinya, merek tidak hanya mengedepankan branding bagus, tetapi juga konten yang relevan dengan pelanggan.

Dalam menjalankan kegiatan brand terkadang sulitnya bukan main. Brand equity kita tinggi tapi penjualan tidak naik-naik, so what? Index brand awareness sudah 100% tapi penjualan  masih biasa-biasa saja, so what? Apa yang bisa kita improve? Pertanyaan-pertanyaan tersebut mungkin sering muncul.

Fenomena di atas jelas bahwa index tidak bisa berdiri sendiri sebagai suatu KPI yang dijalani sehari-hari. Kita butuh sesuatu yang langsung kelihatan dampaknya ke penjualan. Kalau kita punya awareness 100% apa dampaknya ke penjualan. Kalau kita punya awareness 80% apa dampaknya ke rekomendasi.

ALIRAN BRAND

 

Ada dua aliran brand, yaitu: index dan insight. Marketing 4.0 adalah aliran brand insight.

Dalam marketing 4.0, kita tidak hanya melihat index tapi juga insight. Kalau kita tahu index, kita kemudian tahu touch point dari pelanggan itu lewat mana. Di sinilah kita juga akan tahu insight.

Contoh: ada 80% dari jumlah populasi tahu brand kita. Dari jumlah ini ternyata hanya 30% orang yang beli. Dari insight ini, kita tahu bahwa ternyata dari jumlah orang yang mengetahui brand hanya 30% yang membeli.

Dari data di atas, kita bisa merencanakan anggaran dengan lebih baik. Kalau kita punya anggaran pengeluaran 1M, kurang lebih nanti akan balik 30%.

 

Perjalanan pelanggan (customer path) untuk menuju loyal,  sebelum ada sosial media, ada 4A yaitu: aware, attitude, act, act again. Sekarang, setelah ada sosial media jadi 5A, yaitu: aware, appeal, ask, act, advocate.

Pada marketing 4.0, ada redefinisi tentang loyalitas. Dulu loyalitas diartikan sama dengan act again, berapa orang yang repeat. Sekarang, loyalitas tidak hanya repeat tetapi juga advokasi.

Dulu namanya word of mouth.  Word of mouth sudah kurang relevan lagi, berat. Sekarang, di era digital lebih banyak kesempatan orang untuk advokasi. Orang sudah online kapan saja dan di mana saja.

Anda like itu advokasi. Anda share dan upload foto yang anda suka itu advokasi. Inilah tanda-tanda baru dari brand loyalty.

DARI TRADISIONAL KE DIGITAL

Di era ekonomi digital, marketing 4.0 tidak mengatakan 100% harus digital. Karena interaksi digital saja tidaklah cukup. Kenyataannya tetap dibutuhkan aktivitas offline.

Marketing 4.0 mengintegrasikan antara style dan substance. Style itu penting. Kalau kita tidak punya style, kita akan dilewati begitu saja. Namun, sekarang orang tidak hanya butuh style saja tetapi juga ingin tahu substansinya. Jadi substansi itu juga penting.

Pesatnya perkembangan teknologi digital, meniscayakan konektivitas antara machine-to-machine. Dan machine-to-machine juga harus mampu menciptakan relasi human-to-human. Sehingga perkembangan teknologi tidak berhenti pada teknologi itu sendiri.

Di dalam marketing 4.0, paradok-paradok seperti di atas tersebut diintegrasikan.

 

Ada dua metrik yang digunakan untuk mengukur atau mengevaluasi kinerja marketing 4.0, yaitu: PAR dan BAR.

PAR adalah jumlah orang yang beli dibagi dengan jumlah orang yang aware. PAR digunakan untuk melihat seberapa efektif iklan kita. Seberapa efektif awareness kita. Dari index 100%, berapa persen kah yang membeli produk kita. Berapa konversi atau perubahannya?

Misalnya ada 100 orang yang aware dengan produk kita dan yang beli cuma 30. Ini berarti nilai PAR-nya adalah 0,3.

Dari contoh di atas, bagaimana cara mengukur advokasi, berapakah orang yang advokasi? Orang yang advokasi bisa 50, bisa 20.

Kadang-kadang orang tidak beli produk tapi mereka mau advokasi. Hal ini biasanya ada di barang mewah. Saya tidak beli ferrari tapi saya merekomendasikan kepada orang. Kalau punya duit seperti kamu, saya akan beli ferrari, misalnya.

Nilai advokasi bisa lebih besar daripada jumlah orang yang beli, bisa juga lebih kecil.

Jika orang beli produk dan puas, tapi mereka tidak berani advokasi atau malas advokasi, inilah yang dinamakan BAR.

Jadi ada dua rasio untuk ukuran loyalitas pelanggan. PAR dan BAR. PAR itu untuk masa sekarang, BAR untuk masa yang akan datang. PAR untuk market share, BAR untuk growth.

Dulu, loyalitas dihitung cuma dari repeat. Sekarang dua-duanya, repeat dan advokasi sama-sama dihitung.

CUSTOMER PATH

 

Model customer path yang ideal di dalam marketing 4.0 adalah model dasi kupu-kupu (bow tie). Dengan model bow tie, kita punya orang yang aware dan bisa advokasi kita, walaupun dia tidak beli produk.

 

Ada Empat Bentuk Umum Customer Path.

1. Door Knob.

Biasanya industri barang konsumsi. Orang membeli produk tapi tidak mau advokasi. Orang sudah tahu ekspektasi dari produk yang dibelinya.

2. Goldfish

Industri yang bentuk produknya masih membingungkan konsumen. Di sini konsumen banyak bertanya. Sudah banyak tanya yang beli dan advokasi sedikit. Biasanya industri jasa.

3. Trumpet

Biasanya industri barang mewah. Yang beli sedikit tapi advokasi. Atau tidak beli tapi advokasi. Ferrari misalnya.

4. Funnel

Industri pada umumnya. Di sini dari yang aware ke advokasi semakin turun. Barang elektronik misalnya.

MASALAH CUSTOMER PATH

Dari empat bentuk customer path di atas, tentu akan ada masalah di setiap bagiannya. Bagaimana solusinya? Ada ACCA, yaitu: attraction, curiosity, commitment dan affinity.

 

1. Attraction

Pelanggan sudah tahu produk tapi belum muncul rasa suka. Solusinya butuh human-centric marketing.

2. Curiosity

Pelanggan sudah suka tapi belum tertarik untuk mengenal produk lebih dalam. Solusinya butuh content marketing.

3. Commitment

Pelanggan sudah suka, sudah tertarik tapi belum beli juga. Solusinya butuh  omni channel.

4. Affinity

Pelanggan sudah beli tapi belum mau advokasi. Kebanyakan mereka tidak tahu apa yang mau diadvokasi. Solusinya butuh engagement marketing.

SOLUSI CUSTOMER PATH

1. Human-Centric Marketing

 

Buatlah brand jadi manusia. Karena yang menikmati produk kita adalah manusia. Kalau brand gagal jadi manusia, pelanggan sulit untuk tertarik.

Supaya menjadi manusia, brand harus mempunyai enam sifat, yaitu: physicality, morality, personability, intellectuality, emotionality dan sociability.

2. Content Marketing

 

Content marketing pada dasarnya adalah bagaimana cara berjualan ke pelanggan tapi pelanggan tidak merasa dijualin. Ada dua kunci dalam content marketing, yaitu: content creation dan content amplification.

Content creation adalah bagaimana cara membuat konten yang menarik, isinya apa. Sedangkan content amplification adalah mendistribusikan konten ke berbagai saluran, distribusinya bagaimana.

3. Omni Channel Marketing

 

Di era digital ini yang paling krusial adalah handphone. Yang dipegang orang sekarang adalah handphone. Orang maunya cepat. Sehingga mobile commerce perlu fokus tersendiri.

Omni channel adalah mengintegrasikan antara online dan offline. Tidak cukup mengandalkan salah satunya saja.

4. Engagement Marketing

 

Engagement marketing adalah cara mempertahankan pelanggan.

Banyak contohnya, seperti: meningkatkan pengalaman digital pelanggan lewat aplikasi mobile, memberikan solusi dengan menggunakan CRM, mengendalikan perilaku pelanggan lewat Gamifikasi.

RINGKASAN

Brand ada dua aliran, yaitu: index dan insight.

Customer path berubah. Perjalanan pelanggan untuk menuju loyal ikut berubah.

Dulu 4A (aware, attitude, act, act again) sekarang 5A (aware, appeal, ask, act, advocate).

Untuk membuat 5A berhasil ada ACCA (attraction, curiosity, commitment, affinity).

Untuk mengukur produktifitas, efisiensi dari uang yang sudah dikeluarkan:  PAR dan BAR.

+BONUS

 

Arya Dwi Sasangka
Arya Dwi Sasangkahttps://melekberita.com
Melekberita.com adalah media daring seputar berita. Media yang ringan agar informasi mudah dicerna secara baik dan benar. Sehingga pembaca tercerahkan. Pembaca yang bisa membedakan antara emas dan sampah di tengah gelombang tsunami informasi.

Share post:

Berlangganan

spot_imgspot_img

Popular

Artikel lainnya
Terkait

Apa itu Dopamin: Hormon Kebahagiaan dan Perannya

Apa itu Dopamin? Dopamin adalah salah satu neurotransmitter penting...

Slow Living: Gaya Hidup Lambat yang Membawa Kedamaian

Di tengah hiruk-pikuk dunia modern yang serba cepat, di...

Dongeng dan Fabel

Dongeng dan fabel memang sering dianggap serupa karena keduanya merupakan...

Gejolak Tangis dan Tawa

Gelak tangis dan tawa terkadang membawa kebingungan. Beberapa hari...