Di negeri antah berantah diadakan lomba adu ide. Acara dilaksanakan setiap lima tahun sekali. Ada tiga kontestan yang ikut. Sebut saja kontestan 1, 2, dan 3.
Ada tiga ide besar yang diadu, yaitu:
1. Kontestan 1, ibukota tetap dengan tema perubahan.
2. Kontestan 2, pindah ibukota dengan tema keberlanjutan.
3. Kontestan 3, pindah ibukota ada tapinya dan dengan tema percepatan.
Yang menarik, pemenang lomba ini bukan ditentukan oleh ide siapa yang paling bagus menurut dewan juri, tetapi ditentukan oleh voting dari penonton. Dengan aturan satu orang, satu suara. Suara penonton adalah suara tuhan, begitu dogmanya.
Ketiga kontestan mulai berkampanye untuk mempengaruhi penonton. Ada yang mengimingi dana 5M per desa, ada yang mengimingi makan siang gratis, dan ada yang mengimingi internet gratis.
Selama masa kampanye, bertebaranlah berita bohong, fitnah, dan hoax. Bak jamur di musim hujan. Semua pihak melakukannya. Amplop, bansos, dan serangan fajar mulai ikut menyemarakkan permainan.
Hari berganti, waktu pemungutan pun akhirnya tiba. Berdasarkan hasil rekapitulasi berjenjang, hasilnya: kontestan 2 memperoleh 60% suara, kontestan 1 dapat 25% suara, dan kontestan 3 meraih 15% suara.
Dengan demikian, kontestan 2 menang 1 putaran. Karena suaranya lebih dari 50%.
Melihat hasil tersebut, kontestan 1 dan 3 tidak langsung menerima. Mereka mengajukan gugatan ke mahkamah konstitusi dengan dalih kontestan 2 melakukan kecurangan dan melanggar etika.
Mahkamah pun menggelar persidangan. Hasilnya kemenangan kontestan 2 adalah sah.
Setelah menerima putusan mahkamah, komisi pemungutan suara menetapkan kontestan 2 sebagai pemenang. Dan perlombaan dinyatakan selesai.
Baca juga: Kekuatan Kecerdasan Buatan: Perjalanan Menuju Masa Depan
Kecerdasan Sikap Menerima Kekalahan
Kontestan 2 mulai berkeliling untuk mengajak kontestan 1 dan 3 bekerja sama untuk mewujudkan idenya. Kontestan 2 mengajak berkoalisi membangun negeri.
Uluran tangan ini mulai disambut positif. Komunikasi terbangun rapi kembali. Para pihak sepakat untuk mendukung kontestan 2.
Pro kontra muncul dari langkah kuda ini. Citizen dan netizen yang budiman terbelah. Banyak yang setuju. Tidak sedikit yang kecewa. Terutama sebagian pendukung kontestan 1 dan 3.
Dua arus besar argumen yang kecewa diantaranya sebagai berikut:
1. Jika kontestan 1 dan 3 bergabung maka mereka adalah pengkhianat. Karena mereka kan punya ide yang berbeda 180 derajat.
2. Tidak etis jika kontestan 1 dan 3 berkoalisi dengan kontestan 2. Karena mereka tidak berkeringat memenangkan pertandingan.
Pertanyaannya: jika dalam adu ide, ide Anda kalah maka Anda akan:
a. Ngeyel dan tidak mau menerima ide yang menang
b. Menerima dan mau membantu ide yang menang
c. Menerima dan tidak mau membantu ide yg menang
d. Tidak menerima dan mau membantu ide yg menang
e. Salah semua
Kasus adu ide ini, bisa juga Anda simulasikan untuk kasus lain dalam kehidupan keseharian. Misalnya yang terhangat untuk menyikapi kasus kekalahan 0-2 Timnas U-23 saat melawan Uzbekistan di babak semifinal Piala Asia U23 di Stadion Abdullah bin Khalifa Senin (29/04/2024).
Bagaimana sikap Anda terhadap kekalahan?
Salam kekalahan.
(©️ ADS)
Kemayoran, Jakarta, 02/05/2024 11:14
#melekberita