melekberita.com – Ini adalah cerita kopi. Sejak kapan saya minum kopi? Sejak kecil. Tahun pastinya, saya lupa. Yang saya ingat, kira-kira sekitar akhir tahun 80 an.
Cerita kopi saya dimulai dari Bapak. Bapak yang mengenalkan minuman kopi kepada saya. Setiap hari, Bapak minum kopi. Dan saya biasa mencicipi kopinya Bapak.
Namun, jika saya runut kebelakang, kebiasaan saya minum kopi ini diwariskan dari Mbah, Ibunya Bapak. Mbah Putri biasa bangun sebelum subuh, masak, dan selalu menyeduh kopi.
Mbah Putri juga membuatkan kopi buat Bapak. Ngopi dhisek, ben gak mumet, kata Bapak kepada saya suatu hari.
Minum kopi pagi sebelum beraktifitas sudah menjadi tradisi di keluarga kami. Jauh hari sebelum kopi kenangan, lain hati, mantap jiwa dan janji jiwa.
Apa tidak sakit jiwa perut? Jelas tidak.
Kok bisa? Mungkin karena suasana saat itu yang mendukung. Desa kami yang dingin. Dan kehidupan kami yang adem ayem. Tidak ada cicilan eh maksud saya belum ada SJW, buzzerp, apalagi cebong kampret.
Baca juga: Langkah Pertama itu Penting, Selanjutnya Terserah Anda
Mulai dari Kopi
Minum kopi di pagi hari memberikan tenaga bagi kami untuk memulai hari. Untuk memulai aktifitas dan nyambut gawe.
Kopi buatan Mbah sangat enak. Waktu kecil, saya suka minta kopinya Mbah Putri. Mbah Putri menuangkan kopi di lepek untuk saya sruput.
Mbah Putri biasa menyeduh kopi di cangkir blirik hijau atau gelas plastik kuning. Kedua wadah itu legendaris dan melekat kuat di ingatan saya. Termasuk suasana dapur dengan luweng (tungku) kayu bakarnya yang selalu mengebul di pagi hari.
Kopi Mbah Putri adalah gorengan sendiri. Biji kopi dicampur beras disangrai di atas luweng dengan kayu bakar yang sangat panas. Setelah matang, kopi didinginkan kemudian dideplok (ditumbuk) lalu diayak (disaring) hingga jadi bubuk yang siap seduh.
Setiap tahapan proses itu, saya sering menyaksikannya. Bahkan tak jarang turun tangan. Saya ikut ngewangi (membantu) di dalamnya. Entah betulin kayu bakarnya, bantu ndeplok, ngayak, atau nyendoki.
Sebuah pengalaman mahal. Pelajaran yang berharga tentang proses pengolahan kopi. Mulai dari biji kopi, sangrai (roasting), hingga menjadi bubuk.
Kenapa dicampur beras Mbah? tanya saya pada suatu hari.
Ben gak mendem. Nek kopi tok, nggarai mendem, jawab Mbah Putri singkat.
Kelak di kemudian hari, saya baru tahu. Kenapa mesti dicampur beras, karena kalau kopi saja, mahal.
Kafein
Kakak dan adiknya Bapak, nyaris semua juga minum kopi. Jika tidak minum kopi, mereka merasa ada yang kurang. Badan tidak enak, berasa malas, dan yang jelas, pusing. Mungkin ini efek kafein yang ada di tubuhnya.
Saya pernah mengetes sejauh mana efek (candu) kafein di tubuh ini bisa dihilangkan. Ternyata mudah. Cukup tiga hari tidak minum kopi, efek samping di atas ternyata hilang. Beda amat sangat jauh sekali dengan efek nikotin.
Nomong-ngomong, Anda sudah ngopi belum? Suka yang pahit, manis, encer atau kental?
Pagi ini saya baca berita harga BBM akan dinaikkan. Kebijakan ini dikuatirkan memicu inlflasi dan semakin melemahkan daya beli. Ah sudahlah, hidup bukan hanya soal mengaduh dan mengeluh. Ada kalanya Anda mesti berpeluh dan menyeduh.
Salam Menyeduh.
– © DPS
Kemayoran, Jakarta, 31/8/2022 9:14
#melekcerita
#ceritakopi
*Image by DPS