Katasimbah.com – Kabar tentang Susi yang dihamili oleh majikannya di Desa Adem Ayem ibarat Angin Gunung. Hembusannya kencang, menyebar dengan cepat, menembus dinding rumah penduduk desa lalu hilang di lembah sunyi.
Di desa itu, majikan menghamili pembantunya ternyata lazim terdengar. Penduduk tidak terkejut dengan kabar seperti itu. Mereka menganggap hal ini semacam rahasia umum.
“Sudah biasa mas. Kalau anaknya cowok nanti diopeni sama majikannya,” kata Lek Jo.
Perkataan Lek Jo nampaknya telah mengaktifkan sel-sel syaraf di otakku. Naluri keingintahuanku bergelora. Gairahnya tak bisa lagi aku tahan. Ribuan pertanyaan tiba-tiba muncul. Jiwaku gelisah. Aku penasaran.
“Maksudnya gimana lek?” tanyaku.
“Sampeyan tahu Nawi yang kadang jaga toko tas, dia itu anaknya Burgas dengan pembantunya,” kata Lek Jo.
“Ooo..ya, ya,” kataku.
Burgas adalah juragan tas di desa Adem Ayem. Tokonya cukup ramai.
“Cuking yang punya bank perkreditan itu juga anak pembantu mas. Dia anak juragan bangunan dekat kali itu lho,” kata Lek Jo.
Sampai di sini, aku jadi menangkap maksud Lek Jo tadi tentang ngopeni anak cowok. Anak cowok diopeni mungkin dengan tujuan untuk melanjutkan usaha atau bisnis sang juragan kelak di kemudian hari.
Sambil sesekali menyruput kopi, obrolanku dengan Lek Jo mengalir terus. Lek Jo menceritakan banyak hal. Banyak kisah di Desa Adem Ayem yang jadi aku ketahui. Sebuah pelajaran kehidupan yang sangat berarti.
Ker, menghamili di sini konteksnya tidak sekedar hamil. Pembantu yang dihamili majikannya juga ‘dinafkahi’. Jika beruntung mereka dibikinkan rumah dan dicukupi.
Pembantu tersebut menjadi simpenan. Dalam terminologi lain kita kenal kata madu. Sampai berapa lama? Entahlah.
“Lalu bagaimana dengan istri para majikan itu Lek. Apa mereka tahu?” tanyaku.
“Tahu mas. Mereka membiarkan saja. Bahkan menyetujui. Daripada suaminya mbalon lebih baik main sama pembantu mas. Kalau dengan pelacur bisa kena penyakit. Nanti nular ke keluarga, keluarganya kan jadi berantakan. Kalau dengan pembantu, keluarganya kan tetap utuh,” kata Lek Jo.
Mbalon adalah melacur. Bisa berarti melacurkan diri, bisa juga berarti main sama pelacur.
Mendengar penjelasan Lek Jo aku tercengang. Baru kali ini aku mengetahui ada fenomena sosial tentang relasi yang tidak biasa antara majikan, istri dan pembantu. Kekuasaan, uang dan seks membentuk hubungan yang unik.
Majikan menyukai pembantu. Hubungan ini tak jarang hingga mempunyai anak. Istrinya tahu dan tidak marah. Bahkan relatif membolehkan. Hal yang biasa. Satu laki-laki dengan satu istri dan dua tiga empat simpenan.
Dalam benak mereka ini bukan poligami, zina atau selingkuh. Poligami dan zina, mereka tidak mengenal konsep ini. Selingkuh? Istrinya menyetujui. Entah ini namanya apa?
Malam kian larut. Banyak hal yang ingin aku tanyakan sama Lek Jo. Seperti dari daerah mana saja asal pembantu itu. Bagaimana hubungan antara majikan dengan istrinya. Bagaimana hubungan antara istri dan simpenan suaminya. Bagaimana hubungan antara anak-anak mereka. Bagaimana hubungan majikan dan keluarga pembantu itu dan lain sebagainya. Semuanya masih gelap.
Dadaku berdesir. Dunia memang luas. Dan, tidak semua kegelapan harus kita mengerti. Piye?
(©DPS)
Kemayoran, 20 Nopember 2014 ba’da Isya.