melekberita.com – Di pasar modern sebesar ini, Minggu (24/2/2013), melihat perempuan (nenek-nenek, ibu-ibu, tante-tante, mbak-mbak) belanja itu sungguh menggelitik. Sikap dan aktivitas mereka sangat menarik. Tangan cekatan berebut diskonan.
Dari hasil hitung cepat LKM (Lingkaran Kajian Melekberita), pengunjung pasar modern (saren) ini jumlahnya lebih dari 1.000 orang per hari.
LKM adalah lingkaran kajian dari melekberita yang kebenarannya tidak harus Anda percaya.
Dari hasil pengamatan LKM, setiap pengunjung perempuan ternyata hampir selalu didampingi oleh satu laki-laki. Bahkan terkadang dalam satu rombongan yang terdiri dari dua, tiga, empat perempuan, pendamping laki-lakinya tetap satu.
Sehingga jika dihitung rata-rata, komposisi pengunjung perempuan dan laki-laki, kurang lebih 70% vs 30%.
Dari profil pengunjung di atas, masih menurut LKM, yang berbelanja 97% adalah pengunjung perempuan.
Terus pengunjung laki-lakinya ngapain?
Pengunjung laki-laki hanya mendorong troli atau membawa keranjang belanja. Sebagian melenggang dan ikut belanja. Tapi jumlah mereka sangat sedikit.
Dari pemandangan ini, seperti berlaku dalil : “ini bagian gue, loe temenin saja dan bayarin”.
Di tengah lamunan, tiba-tiba pandangan saya tertuju pada stan-stan yang memasang diskon besar. Menurut dua alat bukti yang cukup, stan-stan tersebut selalu dikerumuni oleh kaum hawa.
Sekali lagi, terus kaum adamnya ngapain dong?
Kaum adam hanya melihat saja. Beberapa meter dari TKP diskonan. Meskipun kadang ada yang ikut nimbrung juga.
Diskongrafi
Di stan-stan yang berdiskon itu, perilaku para pembeli seru sekali. Mereka nampak bergairah dan bernafsu sekali menemukan barang yang dicari. Barang yang ada di bawah diobok-obok dan ditarik ke atas. Barang yang di atas dipindah kesamping dan seterusnya.
Saking semangatnya, sesama pembeli terkadang sampai ‘duel’ memperebutkan barang. Tangan mereka beradu cepat mengambil barang diskonan.
Tidak hanya itu, di stan kelengkeng misalnya, meski terdapat tulisan dilarang makan, larangan tersebut kurang dianggap. Larangan itu seperti hanya sebatas tulisan yang tanpa arti. Beberapa pembeli masih ngunyah kelengkeng sambil tangannya bergerilya memasukkan kelengkeng ke dalam plastik.
Entah butuh atau mupeng, mereka (kaum hawa) itu membeli aneka barang diskon tersebut.
Karena serbuannya semrawut, acak, dan masif dalam sekejap barang diskonan ludes. Dagangan laris manis bak kacang godhok di pertunjukan wayang yang dalangnya Ki Manteb.
Apa itu Diskongrafi?
Menurut saya:
Diskongrafi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat potongan harga berlebihan atau eksploitasi barang dan jasa yang mengganggu neraca keuangan seseorang.
Kesimpulan
Diskon adalah daya pikat belanja yang dahsyat, spektakuler, fantastis, bombastis dan cetar membahana. Dalam sekejap, diskon bisa membuat pembeli (baik perempuan dan laki-laki) pengen belanja.
Hasil otak-atik gathuk saya, kaum hawa melihat diskon itu mudah terangsang. Mereka seperti kaum adam saat melihat film dewasa. Gairah dan nafsu belanjanya spontan membuncah, sulit untuk ditahan.
Jika sudah demikian maka siap-siap uang belanja membengkak. Jika uang tak jadi soal, tentu hal ini bukan masalah. Tapi jika uang masih menjadi soal, tentu hal ini jadi masalah pelik tersendiri.
Meski belanja itu hukumnya boleh, namun ketika hal itu sudah mengganggu keuangan seseorang tentu menjadi tidak baik. Misalnya, gara-gara diskon, uang untuk makan sehari-hari dipakai untuk membeli baju. Runyam kan?
Pornografi didemo. Bagaimana jika diskongrafi juga didemo?
Salam diskongrafi.
©️ DPSasongko
Jakarta, 28/05/2022 – 18:04
*Artikel edisi revisi, terbit pertama 25/02/2013 – 03:48