melekberita.com – Dewasa ini, kita sedang menuju zaman kebangkitan dunia perfilman. Banyak film dalam negeri diproduksi. Lusinan judul tersaji di bioskop. Genre seks dan horor paling banyak dan mendominasi.
Digemari adalah kata kuncinya. Jika sebuah film sudah digemari maka harapannya adalah dikonsumsi. Di sinilah transaksi jual beli terjadi. “Kenikmatan” ditukar dengan uang.
Apakah produk tersebut harus mencerdaskan (jadi tuntunan sekaligus tontonan)? Idealnya sih iya. Ini kalau produser mau mencerahkan. Tapi jika tidak, pun bukanlah soal. Yang penting film tersebut laku jual.
Di negeri ini, hiburan adalah barang mewah. Tidak hanya lapar, masyarakat juga sudah rakus akan hiburan. Merasa hidup terhimpit, masyarakat membutuhkan obat penawar kepedihan. Obat itu mereka temukan dalam bentuk pil hiburan.
Yang sehat tentu tak membutuhkan pil tersebut. Mereka mempunyai daya tahan cukup prima, punya mazhab sendiri. Sayangnya, jumlah golongan ini masih sedikit.
Berciuman, Keberanian atau Kekonyolan?
“Di film XYZ ada adegan ciuman. Di situ Anda kelihatan intim dan syur. Kenapa Anda berani memerankan adegan tersebut? Bagaimana proses itu terjadi?” tanya seorang presenter kepada seorang aktris pada sebuah acara ABC di TV 123.
“Sebenarnya saya tertarik dengan skenarionya. Jalan ceritanya bagus. Perannya menantang. Itu cuma akting. Nggak ada perasaan apapun. Kami berciuman karena memang tuntutan peran. Sebatas profesionalitas saja. Chemistry datang karena kami sering ngobrol” jawab si artis menjelaskan.
Saya yang kebetulan nonton acara talkshow itu mak deg. Edan! Benar-benar anu tenan.
Bagaimana tidak? Bayangkan: seseorang berlainan jenis, bukan keluarga, berciuman intim dengan sengaja, direkam di depan kamera, dan hasilnya untuk ditonton orang “seantero” negeri, disebut berani?
Sedihnya lagi, perbuatan tersebut dibilang hanya akting, tidak melibatkan rasa, dan itu berarti profesional. Kalau begini apa bedanya dengan maaf, pelacuran!
Jelas ini adalah kekonyolan. Disadari atau tidak, nilai-nilai luhur berusaha digeser dan dilengserkan. Keberanian yang dulu identik dengan perjuangan dan kepahlawanan, kini cukup dengan ciuman dengan lawan jenis di film. Sebuah proses kekonyolan yang nyata.
Mari kita berandai-andai.
Jika berciuman seperti di atas adalah wujud dari keberanian, kenapa semua orang tidak tergerak untuk melakukannya? Kenapa orangtua/guru tidak mengajarkannya? Kenapa di tempat ibadah tidak diserukan?
Mengenaskan memang. Kenapa Anda tidak mau jujur dan mengaku saja bahwa saya mau melakukan adegan ini karena uang. Bayarannya besar. Dengan demikian masalah menjadi terang. Tidak usah berlindung atas nama akting dan profesionalisme.
Sadarkah Anda bahwa dengan beradegan ciuman itu berarti Anda benar-benar telah melakukan suatu perbuatan, yaitu mencium lawan main Anda. Mau memakai perasaan atau tidak ini soal lain. Esensinya terletak pada perbuatan yang dilakukan. Jika Anda berhubungan intim lalu direkam oleh kamera dan mendapat honor yang besar apakah itu juga disebut akting?
Oleh karena itu, pertanyaan si presenter yang pas di atas adalah kenapa Anda mau bertindak konyol berciuman di depan kamera?
Baca juga: Setan
Sadarlah!
Negeri ini adalah Negeri Timur. Negeri yang punya adat dan budaya sendiri. Biarkanlah negeri ini maju dengan identitasnya sendiri. Tidak perlu kita contoh adat dan budaya asing yang tak sesuai.
Anda semua tentu mahfum, negeri ini masih belum maju. Oleh karena itu, kita rindu karya yang membangun. Kita rindu orang yang jujur. Tidakkah kita bosan mendengar berita pemerkosaan?
Lalu apa yang harus dilakukan? Rasanya tidak sulit. Jika dunia perfilman masih menyuguhkan adegan konyol (cium-ciuman) maka Anda tidak usah tonton. Menontonnya berarti Anda (saya) telah turut serta, ikut andil melanggengkan kekonyolan di negeri ini. Bisa?
Perlu diketahui, dengan menonton film seperti itu akan membuat mereka yang memproduksi cium-ciuman itu mendapatkan penghasilan lebih. Mungkin lebih banyak dari petani yang memproduksi beras atau guru yang mencerdaskan tunas muda harapan bangsa. Padahal, kedua orang ini kontribusinya nyata bagi kehidupan Anda (saya).
Kelak di kemudian hari, bukan tidak mungkin akan banyak yang cium-ciuman di depan kamera. Hentikan!
Salam hentikan.
– © DPS
Kemayoran – Jakarta, 04 September 2007 23:20
*Artikel ini diperbarui 02 Oktober 2022 11:43
*Image by Pixabay