katasimbah.com – Beberapa hari yang lalu, seorang senior menyoroti soal kebijakan bagi-bagi sertifikat tanah di negeri ini. Setelah itu, jagad nyata dan maya langsung terbelah. Pro kontra.
Ada yang menganggap, apa yang dilakukan sang senior adalah fitnah. Ada yang menganggap itu ujaran kebencian. Ada yang menganggap itu cuman pendapat. Dan ada juga yang menganggap sebagai kritik.
Terus apa bedanya semua itu?
Hmmm, rumit jelasinnya. Panjang kali lebar. Butuh kajian yang mendalam, kalau mau serius.
Sebelum ke sana, ada pertanyaan sepele yang harus saya jawab. Yang renyah itu kripik atau krupuk, apa bedanya?
Menjawab soal sepele ini saja saya masih kesulitan, bingung.
Bukannya tidak paham. Saya mengerti krupuk dan kripik. Tapi kalau didebat sama politisi, bisa jadi apa yang saya pahami itu akan berubah.
Belum lagi kalau mereka bertanya soal peyek atau ciki yang juga bisa renyah. Jelas, saya akan semakin kelabakan.
Lho, apa hubungannya sama kripik dan krupuk?
Enggak ada. Tapi kalau dihubung-hubungkan juga bisa. Hubungan soal rasa. Hehe.
Maksudnya bagaimana?
Muter-muter ya. Saya sendiri juga mulai bingung. Begini, antara krupuk dan kripik, kira-kira ada gak khilafiyah. Bisakah krupuk disebut kripik, dan juga sebaliknya?
Kok malah ke mana-mana?
Ya sudah, biar langsung to the point, sampeyan suka kripik pedas atau krupuk gurih? Apapun pilihanmu, saya percaya sampeyan tidak alergi sama kripik atau krupuk, kan?
Salam kriuk. (@DPSasongko)
—
Djakarta, 25/03/2018