katasimbah.com – Dewasa ini, di negeri dongeng, tetiba muncul kasus lama yang diperbincangkan hangat kembali di media. Negeri dongeng memasuki tahun politik atau ada yang lebih suka menyebutnya pesta demokrasi.
Apakah membuka kasus lama tersebut ada kaitannya dengan hajatan akbar lima tahunan itu? Kenapa seolah ada siklus? Entahlah.
Kasus lama yang aku maksud di atas adalah kasus yang tidak selesai di era dulu. Bisa karena yang didakwa sudah almarhum pun karena penegakkan hukumnya yang dirasa belum putus (tuntas).
Kasus apa saja itu, misalnya kasus Mei98, BeElBeI, dan Senturi.
Mendengar obrolan itu di media maya pun nyata, telingaku terganggu. Aku seperti mendengar lagu lama yang disetel di atas kaset rusak. Jelas tak merdu lagi. Kata orang kampungku, mbliyut.
Selain mengganggu pendengaran, lagu mbliyut tersebut juga membuat sulit move on.
Kenapa kami (aku) mesti diajak memperdebatkan nada-nada lama yang dikompose oleh orang-orang tua kami dulu. Sehingga kami (aku) jadi terkotak-kotakkan.
Bukan tak mau mengerti dan belajar sejarah, mendengarkan lagu lama di kaset yang rusak itu memang anu.
Kedepan, agar kaset rusak itu tidak disetel lagi, aku usul, bagaimana kalau diadakan pemutihan lagu saja. Toh eranya juga sudah mp3/digital.
Jadi mulai dari nol, yang sudah ya sudah, memaafkan tapi tidak melupakan, dan mikul duwur mendem jero.
Kenapa? Agar kids zaman now (aku) juga mulai belajar dan fokus dengan lagu-lagu kekinian. Lagu yang aransemen dan liriknya berbeda dengan lagu lama. Lagu yang sesuai zamannya.
Bukankah setiap zaman ada lagunya. Dan setiap lagu ada zamannya.
Tapi ini kan soal selera. Tentu ada juga yang bisa menikmati lagu lama itu meski kasetnya rusak. Malah menganggapnya tembang kenangan.
Gess, piye kabare? Kamu sukak lagu yang mana? Cukup jawab di hati saja.
Salam lagu. (DPS)
—
Djakarta, 18/04/2018 09:05