melekberita.com – Dulu, di zaman offline, masyarakat atau bisa juga disebut citizen yang ‘mencari’ berita. Dalam kasus terbaru, kerusuhan di mako brimob misalnya. Citizen harus nonton tv atau beli koran jika ingin mengonsumsi berita tersebut.
Hari berganti bulan, zaman pun berubah. Fajar online sudah menyingsing.
Di zaman online ini, masyarakat atau bisa disebut netizen tak perlu lagi ‘mencari’ berita. Tetapi beritalah yang mencari mereka.
Kapan saja, di mana saja, saat buka gawai, berita apa saja menghampiri mereka. Terjadilah banjir atau tsunami informasi.
Otak meski bekerja keras untuk menyaring informasi tersebut. Sebab tak semua informasi yang masuk akurat, terpercaya dan berimbang.
Dalam proses ini, kapabilitas otak setiap individu berbeda. Ada faktor pembudidayaan yang mempengaruhinya.
Otak ada batasnya. Dalam durasi tertentu, otak akan kewalahan sehingga tak lagi mampu mengerjakan tugasnya. Di kondisi ini, otak mulai menelan mentah-mentah dan bulat-bulat semua informasi yang masuk. Dan, robohlah daya pikir kami.
Jika informasi yang masuk itu kebanyakan, katakanlah 50% + 1 adalah informasi yang baik, benar, berimbang dan bukan artifisial tentu tak jadi soal. Namun, jika informasi yang masuk itu sebaliknya, tentu ini akan jadi soal.
Soal apa? Soal jeruk misalnya.
Ada pemuda memegang jeruk. Ada orang lewat kemudian bertanya, itu apel apa jeruk? Pemuda itu menjawab, jeruk.
Kemudian ada orang lewat lagi dan bertanya, itu apel beli di mana? Pemuda itu menjawab, ini jeruk.
Lalu ada orang lain lewat dan bertanya, enak ya apelnya? Pemuda itu menjawab, ini jeruk.
Hampir setiap orang yang lewat bertanya apel kepada pemuda tersebut. Kira-kira sudah seribuan orang.
Orang ke-1001 bertanya, itu apel apa jeruk? Dan jawaban pemuda itu mengejutkan. Pemuda itu menjawab, apel rasa jeruk.
Jeruk ada di sekitar kita. Salam jeruk. (DPS)
—
Djakarta, 10/05/2018 10:46