melekberita.com – Waktu mudik ke kaki Gunung Kelud, Bejo diceritani simbah bab bisnis. “Jo, pada dasarnya bisnis itu cuma ada dua. Bisnis ayam sayur dan ayam kampung,” kata simbah.
“Maksudnya pripun mbah,” tanya Bejo.
“Ngene Jo, bisnis ayam sayur adalah bisnis yang diusahakan gede secepatnya. Kalau bisa 40 hari wis gede. Bisa lewat promo jor-joran, suntikan utang, lsp. Karena naturalnya (jiwanya) belum gede, meski badannya sudah gede, bisnisnya sangat rentan. Gampang mati. Gempa sithik mati. Bledek sithik mati. Kaget sithik mati. Koyok ayam sayur,” kata simbah.
“Nggih,” jawab Bejo mantuk-mantuk.
“Nah, nek bisnis ayam kampung berarti sebaliknya. Bisnis yang gedene kuwi alami. Bisnis yang terus berproses dan tumbuh. Sok-sok kudanan, sok-sok kepanasen. Sok-sok sobo kebon, sok-sok sobo perumahan. Lewat proses sing tidak instan. Efeke, pas awake gede, jiwane yo wis gede. Dadi bisnise luwih kuat. Kenek panas, udan, bledek, gempa, menter ae. Koyok ayam kampung kuwi,” jelas simbah.
“Nggih,” jawab Bejo karo mantuk-mantuk.
Tiba-tiba pikiran Bejo liar mengembara. Aha, anu mbah menawi bisnis ayam kampus pripun?
Tapi sayang, Bejo ga mampu mengutarakan pertanyaan di atas. Disimpannya rapat-rapat dalam hatinya. Bejo pringas-pringis sendiri.
Andai saat itu Bejo berani bertanya. Mungkin saat ini dia bisa bercerita soal ayam kampus.
Salam ayam kampus.
Jakarta, 29/12/2020 22.08
#katasimbah