Pengajian, Jaranan dan Koplo Garis Keras

Date:

Katasimbah.com – Keluarga itu rajin ngaji dan dikenal ‘alim’ di lingkungannya. Agustus, 2013, putra tertua keluarga tersebut dikhitan. Setelah mengadakan pengajian, keesokan harinya hajatan besar digelar di depan rumah sohibul hajat. Dua hari dua malam berturut-turut.

Penulis kaget. Di kota kecil ini, sunatan sudah seperti mantenan. Sama dengan kota metropolitan, Jakarta. Lima belas tahun yang lalu tidak seperti ini. Waktu benar-benar angkuh, bisa mengubah semuanya.

Musik dangdut menghibur tetamu sepanjang acara. Sesekali waktu diselingi campur sari dan pop. Hadirin tampak menikmati. Tidak cuma hidangannya tetapi juga suara ‘menggoyang’ yang keluar dari sounds system yang diracik dengan equalizer canggih.

Di Wlingi/Blitar dan sekitarnya, antara ngaji, hajatan dan dangdut itu tidak bertentangan. Sebuah keluarga yang rajin ngaji dan dikenal ‘alim’ nyetel dangdut saat hajatan (sunatan, mantu) itu lazim.

Dangdut yang disetel bukan cuma dangdut biasa lho ker. Tapi juga koras (koplo garis keras). Itu lho yang asolole, icik2, buka sithik. Ngerti pora?

Koras secara musik adalah irisan antara dangdut dan jaranan. Suara kendang dan organ yang dipadukan bisa menghasilkan suara yang ulem. Uenak tenan dirungokne. Pikiranmu iso melayang ker, fly.

Di jaranan ada istilah ndadi. Ndadi adalah keadaan dimana para penari kehilangan kesadaran dan masih menari karena terpengaruh oleh “alam kesadaran” lain pada puncaknya (Umar Kayam :2000).

Koras juga bisa membuatmu ndadi ker. Kesyahduan suara kendang dan organ itu bisa membawamu ke alam kesadaran lain. Alam hiperealitas.

Jaranan dan koras sama-sama bisa ‘memabukkan’. Sama-sama bisa membuatmu hilang kesadaran.

Beragama pun bisa seperti jaranan dan koras itu ker. Bisa membuatmu ‘ndadi’. Berapa banyak kekerasan yang terjadi atas nama agama.

Kembali ke laptop, selain sama-sama bisa membuat peno ndadi, jaranan dan koras juga bisa mengantarkanmu khusyuk mengingat Tuhan, Allah SWT. Keduanya, “kalau dinikmati secara sufistik, bisa marai jadzab,” kata seorang kawan.

Seni bisa membuat jiwamu peka ker. Jiwa yang peka mudah merasakan getaranNya. Jika hatimu sefrekuensi dengan frekuensiNya, adem ayem tentrem.

Tuhan itu suka seni. Alam semesta ini adalah karya seni yang maha indah.

Ngomong-ngomong, kehidupan masyarakat di kota kecil itu sangat harmonis. Fans koras dan jamaah pengajian bisa hidup berdampingan, rukun. Tidak ada sweeping dan saling mengharamkan. Masing-masing individu menikmati maqamnya sendiri-sendiri. Indahnya kebersamaan.

Hajatan (sunatan, mantenan) adalah contoh yang paling apik tentang harmonisasi value ker. Di sana ada tradisonalitas, modernitas dan spiritualitas yang saling bertarung untuk memperebutkan pengikut.

Ketiganya bisa saling meniadakan satu sama lain. Namun, ketiganya juga bisa saling mengisi, memberi warna dan memperkaya satu dan lainnya.

Dalam hajatan itu, sohibul hajat berpegang pada dalil adate digawe, ngajine gak ditinggalno, hiburane tetap onok. Ayatnya berbunyi Jowo digowo, Arab digarap, Barat diruwat. Ayat kontemporer made in Indonesia.

So, kurang wise piye maneh leluhurmu biyen ker. Opo arep kok rusak tatanan sing wis toto kuwi karo ayat impor? Sekian.

(@DPSasongko)

+Bonus

http://www.youtube.com/watch?v=vgYJPmuRGB4

Arya Dwi Sasangka
Arya Dwi Sasangkahttps://melekberita.com
Melekberita.com adalah media daring seputar berita. Media yang ringan agar informasi mudah dicerna secara baik dan benar. Sehingga pembaca tercerahkan. Pembaca yang bisa membedakan antara emas dan sampah di tengah gelombang tsunami informasi.

Leave a Reply

Share post:

Berlangganan

spot_imgspot_img

Popular

Artikel lainnya
Terkait

Candu Belanja Online

Candu belanja online. Transaksi online dalam beberapa tahun semakin...

Jumat Berkah

Jumat Berkah adalah hari Jumat yang didedikasikan untuk memperbanyak...

Ada apa di Tahun Baru

Ada apa di tahun baru? Apa hal penting yang...

Apa Investasi Terbaik

"Apa investasi terbaik?" tanya seorang kawan dalam sebuah obrolan...