Jangan Baca Buku

Date:

Ⓜ️ melekberita – Kisah ini dimulai beberapa ratus purnama yang lalu. Saat HP pintar belum ada. Kepintaran telepon genggam masih sebatas SMS saja.

Awal tahun 2000 an, saya hobi membaca. Buku apa saja saya lahap. Mulai dari komik, cerpen, novel, investasi, komputer, agama, psikologi, pengembangan diri, dan lainnya.

Setiap Minggu, saya acap kali main ke toko buku di Kawasan Matraman, Jakarta Timur, yang konon terbesar se Asia Tenggara itu.

Saya senang sekali jika sudah berada di sana. Saya seperti masuk ke ruang pengetahuan yang luas. Ingin tahu apa saja, tinggal pindah dari rak ke rak. Saya sering tenggelam diantara rak-rak itu. Sering tanpa saya sadari, saya sudah tiga, empat jam berada di dalam.

Sampai-sampai saya punya keinginan untuk memindahkan isi toko ini ke rumah. Suatu saat nanti. Entah kapan.

Sungguh itu adalah pengalaman yang asik pakai banget.

Buku bestseller sering jadi rujukan saya saat itu.

Bagaimana dengan buku lama? Selagi sreg, saya juga membacanya.

Baca juga: Puisi Kertas Kosong

Saya adalah tipe orang yang tidak suka membeli buku yang tipis. Menurut saya, membeli buku yang tipis itu rugi. Karena saya membeli buku juga untuk koleksi. Jadi buat apa beli buku yang tipis. Pikir saya saat itu.

Pendek kata, buku demi buku menumpuk di kosan. Kamar yang 3×3 itu penuh dengan tumpukan buku. Bahkan ada beberapa (puluhan) buku yang masih disegel.

Membeli buku itu satu hal. Dan membacanya ternyata adalah hal lain.

Pada suatu hari, saat sedang main ke toko buku itu, saya membaca satu buku yang unik. Saya lupa judulnya. Saya ingat tulisan di dalamnya. Kurang lebih begini:

Stop! Berhentilah membaca buku. Buat apa Anda menghabiskan uang untuk membeli buku jika Anda tidak mempraktekkan isinya. Jadi mulai sekarang, stop membaca buku jika Anda tidak mempraktekkannya.

Plak. Kata-kata itu menampar kesadaran saya. Saya kesetrum. Seperti mantra, saya tersihir. Kata-kata itu langsung mempengaruhi hati dan pikiran saya.

Tetiba saya ingat tumpukan buku di kosan yang belum saya baca itu. Banyak banget.

Pikiran saya mengembara ke mana-mana. Dari sekian buku koleksi, kebanyakan semua itu hanya untuk memenuhi nafsu baca saya saja. Sedikit sekali isi buku itu yang saya praktekkan. Mengena banget kata-kata di atas. Pas menghujam ke hati.

Sejak membaca kata-kata itu, perilaku saya berubah total, 180 derajat.

Saya tidak lagi membeli buku. Saya tidak lagi ke toko buku. Buat apa beli buku kalau saya tidak mempraktekkannya. Habis-habisin uang saja. Pola pikir saya langsung ikut berubah.

Angin berhembus, musim pun berganti. Zaman digital datang. Telepon genggam menyerang dari berbagai penjuru. Informasi dan pengetahuan ada di dalam genggaman. Saya makin istiqomah tak pernah lagi ke toko buku.

<bersambung>

Kemayoran, Jakarta, 1/2/2022 23.03
©️ DPSasongko

#melekcerita
#melekberita

Image by Pixabay

Arya Dwi Sasangka
Arya Dwi Sasangkahttps://melekberita.com
Melekberita.com adalah media daring seputar berita. Media yang ringan agar informasi mudah dicerna secara baik dan benar. Sehingga pembaca tercerahkan. Pembaca yang bisa membedakan antara emas dan sampah di tengah gelombang tsunami informasi.

Share post:

Berlangganan

spot_imgspot_img

Popular

Artikel lainnya
Terkait

Apa itu Dopamin: Hormon Kebahagiaan dan Perannya

Apa itu Dopamin? Dopamin adalah salah satu neurotransmitter penting...

Slow Living: Gaya Hidup Lambat yang Membawa Kedamaian

Di tengah hiruk-pikuk dunia modern yang serba cepat, di...

Dongeng dan Fabel

Dongeng dan fabel memang sering dianggap serupa karena keduanya merupakan...

Gejolak Tangis dan Tawa

Gelak tangis dan tawa terkadang membawa kebingungan. Beberapa hari...