Persepsi: AC Milan, Jakarta, dan Saya

Date:

melekberita.com – Sabtu, 9/2/2013, Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Milan Glorie melawan Indonesian All Star. Skor berakhir 2-4 untuk Milan Glorie.

Ribuan Milanisti Indonesia menonton pertandingan tersebut di SUGBK. SUGBK menyala merah hitam. Senayan Siro? Senayan seperti San Siro.

Selama pertandingan, aksi kedua tim sangat atraktif. Kedua tim saling menyerang secara terbuka. Mereka nampak tanpa beban.

Dan yang paling penting, pertandingan berlangsung dengan damai. Suasana meriah. Nyanyian Ale Ale Milan menggema sepanjang pertandingan. Layaknya soundtrack sebuah drama dua babak.

Saya heran. Kok bisa, ribuan orang Indonesia di stadion ini mencintai AC Milan. Sebuah klub sepakbola yang berada ribuan kilometer dari sini. Terpisah benua dan samudera.

Jawabannya adalah karena perkembangan teknologi informasi dan komunikasi.

Dengan teknologi, saya bisa menyaksikan aksi heroik dan spektakuler pemain-pemain AC Milan sebelumnya. Bagaimana Maldini menghadang lawan, Shevchenko menjebol gawang, off set Inzaghi yang berujung gol. Sehingga apa yang terjadi di San Siro, Milan, Italia dapat saya saksikan secara langsung. Detik itu juga.

Otak menangkap fenomena itu. Kemudian otak menyimpannya menjadi informasi. Dengan kekuatan media, informasi bisa berubah menjadi persepsi. Di sinilah fakta di lapangan dan fakta di otak bisa berbeda.

Dengan persepsi itu muncullah ikatan batin antara saya dan AC Milan. Saya bisa sekejap seolah-olah menjadi penduduk kota Milan cabang Indonesia. Saya senang kalau AC Milan kalah dan juga sebaliknya. Ikatan emosional saya ini akan tumbuh dan berkembang seiring usaha saya untuk mengetahui lebih dalam tentang AC Milan.

Hal ini berlaku juga untuk Juventus, Manchester United, Real Madrid, Pak SBY, Pak JKW, dan juga Kota Jakarta.

Di stadion GBK ini, saya tinggal memutar kembali memori saya itu.

Baca juga: Kemenangan Digital atas Analog

Jakarta Ibu Kota Negara

Pada tahun 80-90 an, saat era pembangunan, orang desa ingin sekali datang dan melihat Kota Jakarta. Kok tahu? Ya tahu, wong saya ada di sana.

Waktu itu, di persepsi saya, Jakarta adalah kota yang maju. Kota yang modern. Banyak gedung bertingkat yang megah. Jalanannya ramai, kotanya bersih, penduduknya disiplin, tidak pernah banjir dan aneka label baik lainnya.

Kok bisa muncul persepsi itu. Bisa. Saya sering melihat Jakarta di TVRI. Satu-satunya televisi pada saat itu. TVRI sering menayangkan suasana bundaran HI, Sudirman-Thamrin, Monas-Istana. Suasana sebuah kemajuan ibu kota negara.

Daerah yang padat, kumuh, dan banjir, jarang bahkan nyaris tidak pernah saya lihat. Kalau pun ditayangkan, seinget saya tetap dalam persepsi yang baik.

Dari situlah, saya lantas punya ikatan emosional kepada negara. Kebanggaan kepada negara. Negara punya kota yang maju dan modern. Negara berhasil membangun. Jakarta menjadi simbol kemakmuran. Tidak seperti hidup saya di desa yang penuh keterbatasan.

Rasa seperti ini juga muncul saat saya melihat film-film Amerika. Film yang heroik, canggih, dan imajinatif.

Tsunami Informasi

Setelah revolusi industri muncullah zaman post industri. Zaman yang juga dinamakan zaman post modern. Zaman informasi.

Facebook, twitter, instragram, dan media sosial adalah karya monumental di zaman informasi.

Di zaman informasi terjadilah banjir bahkan tsunami informasi. Berlian dan sampah campur menjadi satu. Sulit untuk dibedakan. Setiap individu bisa dengan mudah mengakses berlian dan sampah tersebut.

Di era seperti ini, saya bisa tenggelam dalam lautan teks, gambar dan video jika tanpa filter.

Salam filter.

Jakarta, 28/05/2022 – 11:52

DPSasongko

#melekcerita

*artikel ini edisi revisi, terbit pertama 13/02/2013 – 03:10

Previous article
Next article
Arya Dwi Sasangka
Arya Dwi Sasangkahttps://melekberita.com
Melekberita.com adalah media daring seputar berita. Media yang ringan agar informasi mudah dicerna secara baik dan benar. Sehingga pembaca tercerahkan. Pembaca yang bisa membedakan antara emas dan sampah di tengah gelombang tsunami informasi.

Leave a Reply

Share post:

Berlangganan

spot_imgspot_img

Popular

Artikel lainnya
Terkait

Apa itu Dopamin: Hormon Kebahagiaan dan Perannya

Apa itu Dopamin? Dopamin adalah salah satu neurotransmitter penting...

Slow Living: Gaya Hidup Lambat yang Membawa Kedamaian

Di tengah hiruk-pikuk dunia modern yang serba cepat, di...

Dongeng dan Fabel

Dongeng dan fabel memang sering dianggap serupa karena keduanya merupakan...

Gejolak Tangis dan Tawa

Gelak tangis dan tawa terkadang membawa kebingungan. Beberapa hari...