Nikmatnya Minum Kopi

Date:

Suatu sore yang tenang di teras rumah yang menghadap kebun, aroma tanah basah bercampur dengan harum kopi hitam yang baru saja diseduh. Di sanalah, Simbah Wiseruh duduk bersila di kursi kayunya yang sudah berumur, ditemani Bejo, cucunya yang masih muda dan penuh rasa ingin tahu. Dalam obrolan ringan itu, Simbah mulai bercerita tentang tiga hal penting dalam hidup: Syariat, Tarekat (Thoriqoh), dan Tasawuf.

“Jo,” kata Simbah sambil meniup pelan cangkir kopinya, “tiga hal ini seperti tiga unsur dasar untuk menikmati lezatnya buah dari esensi kehidupan.”

Bejo menatap penasaran. “Bagaimana maksudnya, Mbah?”

Simbah tersenyum, menyeruput sedikit kopi hangatnya, lalu menjawab pelan, “Begini, Jo. Kalau kamu ingin tahu bagaimana rasanya nikmat minum kopi, ya kamu harus benar-benar meminumnya. Tidak cukup hanya melihat atau mencium aromanya. Kamu juga harus tahu bagaimana cara meminumnya dengan tepat — seberapa panas, seberapa manis, dan kapan waktu terbaik untuk menikmatinya. Barulah kamu bisa benar-benar merasakan nikmatnya kopi itu.”

Simbah lalu menatap langit sore yang mulai jingga, dan berkata dengan nada bijak,

“Kopi itu syariat, Jo.
Cara kamu meminumnya itu tarekat.
Dan rasa nikmat yang kamu rasakan setelahnya adalah tasawuf.

Ketiganya menyatu dalam satu kesempurnaan. Tidak bisa kamu pisahkan satu dari yang lain.

“Kamu tidak bisa merasakan nikmatnya minum kopi kalau tidak ada kopinya,” lanjut Simbah. “Kalau pun kopinya ada, tapi kamu tidak tahu cara meminumnya dengan benar, ya kamu tetap tidak akan merasakan nikmatnya. Misalnya, kamu minum terlalu cepat, terlalu banyak, atau tidak sabar menunggu panasnya reda — akhirnya lidahmu mati rasa dan perutmu malah kembung. Nah, itu sama seperti hidup beragama tanpa pemahaman dan kesadaran.”

Simbah kemudian menjelaskan lebih dalam:
“Syariat itu soal benar dan salah, seperti kamu mengenal kopi — jenisnya, asalnya, dan cara membuatnya. Tarekat adalah jalan, proses yang kamu tempuh — bagaimana kamu menyeduh, mencicip, dan menikmatinya dengan hati-hati. Dan tasawuf adalah rasa nikmat yang muncul di dalam dada setelah kamu menjalani semuanya dengan benar, dengan kesadaran, dan dengan hati yang hadir.”

Bejo terdiam, menatap cangkirnya yang masih beruap. Ia menyeruput pelan, mencoba meresapi setiap kata yang baru saja didengarnya. Rasa pahit kopi seolah berubah menjadi sesuatu yang lebih dalam — ada rasa tenang, ada kehangatan, ada makna.

Simbah menutup pembicaraan dengan senyum lembut, “Kalau kita tarik dalam bab ibadah, Jo, ketiganya juga hadir dan menyatu. Ada syariat yang mengatur, ada tarekat yang menuntun, dan ada tasawuf yang menumbuhkan rasa. Seperti nikmatnya minum kopi — tidak bisa kamu dapatkan hanya dengan teori, tapi harus kamu alami sendiri.”

Sore itu, angin berhembus lembut, membawa aroma kopi dan kebijaksanaan yang akan Bejo ingat seumur hidupnya.

(DPS)

Jakarta, 02/11/2025 11:40

#sruvuts

*Image by Anja from Pixabay

Previous article
Arya Dwi Sasangka
Arya Dwi Sasangkahttps://melekberita.com
Melekberita.com adalah media daring seputar berita. Media yang ringan agar informasi mudah dicerna secara baik dan benar. Sehingga pembaca tercerahkan. Pembaca yang bisa membedakan antara emas dan sampah di tengah gelombang tsunami informasi.

Share post:

Berlangganan

spot_imgspot_img

Popular

Artikel lainnya
Terkait

Efek Kobra

Kemarin, Simbah Wiseruh bercerita tentang Efek Kobra. Apa itu?...

Antara Nyinyir dan Berpikir Pener

Paijo baru saja membeli iPhone 16. Ia adalah karyawan...

Teori Keseimbangan dan Aliran 200 T

Di dalam dunia ekonomi terdapat persamaan dasar akutansi yang...

Americano dan Filosofi Teras

Saya dan Simbah Wiseruh berbincang santai di teras sebuah...